Tuesday, January 10, 2017

Contoh Makalah Sistem Komunikasi Masyarakat Sunda

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
          Sejak dahulu hingga sekarang, kajian atau tulisan-tulisan mengenai etnisitas selalu menjadi tulisan yang menarik untuk dibaca. Ditengah kemajuan zaman dan pesatnya pembangunan -yang berdampak pada berubahnya pola kehidupan masyarakat menjadi lebih maju- kajian keetnisan seolah menjadi “oase” bagi masyarakat untuk  menelusuri dan memahami jati dirinya sebagai bagian dari sebuah etnis dari sekian ribu etnis yang berada di Kepulauan Nusantara.
          Seiring dengan pesatnya pembangunan yang merubah pola kehidupan dari masyarakat desa menjadi masyarakat kota, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, dari masyrakat konservatif menjadi masyrarakat yang terbuka dan berbagai perubahan lainnya yang bersifat progresif atau regresif, fenomena tersebut sangat berdampak pada pola kehidupan sebuah etnis.
          Sunda, sebagai etnis terbesar kedua di Nusantara,dan sebagai bahasa yang dituturkan tidak kurang dari 40 juta mayoritas penduduk Jawa Barat khususnya, juga berbagai wilayah yang ditempati oleh masyarakat Sunda di luar Jawa Barat, menjadi etnis yang menarik untuk dikaji dalam berbagai disiplin ilmu, tak terkecuali disiplin ilmu Sosiologi Komunikasi.
          Masyarakat Sunda dengan nilai-nilai luhur tradisinya tentu memiliki budaya berkomunikasi yang baik sebagaimana tercermin pada berbagai hal yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-harinya. Lalu seperti bagaimana budaya komunikasi masyarakat Sunda ?          Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami  menulis makalah ini dengan judul Budaya Komunikasi Masyarakat Sunda.

1.2   Rumusan Masalah
          Untuk mengetahui mengenai hal tersebut, kami menyusun 3 rumusan masalah sebagai berikut :
1)      Seperti apakah komunikasi masyarakat Sunda secara verbal ?
2)      Bagaimana komunikasi masyarakat Sunda secara nonverbal ?
3)      Seperti apa komunikasi massa masyarakat Sunda ?

1.3  Tujuan Dan Manfaat Makalah
1.3.1    Tujuan Penulisan Makalah
1)      Untuk mengetahui pola komunikasi masyarakat Sunda secara verbal
2)      Untuk mengetahui pola komunikasi masyarakat Sunda secara nonverbal
3)      Untuk mengetahui perihal komunikasi massa masyarakat Sunda.

1.3.2   Manfaat Penulisan Makalah
1.3.2.1    Manfaat Teoritis
             Agar mahasiswa mampu mengembangkan kegiatan akademis –sebagaimana yang dipelajari di kampus- melalui teori-teori para ahli dan tulisan ilmiah lainnya  terutama pada kajian Sosiologi Komunikasi.
1.3.2.2    Manfaat Praktis
             Agar mahasiswa mampu mempraktikan pengetahuannya guna mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama pada kajian Sosiologi Komunikasi dan dapat dijadikan referensi mengetahui Budaya Komunikasi Masyarakat Sunda.

1.4  Sistematika Penulisan
          Sebelum pada bab berikutnya, untuk mengetahui gambaran lebih jelas mengenai hal yang diuraikan pada makalah ini, kami sampaikan sistematika penulisan makalah ini yang dimulai dari LEMBAR PERSEMBAHAN, KATA PENGANTAR, DAFTAR ISI, ABSTRAK dan dilanjutkan dengan 

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi Verbal
           Simbol atau pesan verbal dalam perspektif ilmu komunikasi adalah semua jenis simbol yang  disampaikan menggunakan kata-kata. Semua rangsangan bicara yang kita sadari termasuk dalam kategori komunikasi verbal. Dan suatu sistem kode  verbal disebut bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut untuk digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud dari seseorang.
          Maka bahasa Sunda, sebagai bahasa verbal komunitas orang Sunda, adalah bahasa yang menjadi sarana orang Sunda dalam berkomunikasi. Bahasa Sunda membentuk norma yang paling mencakup untuk membedakan ciri dengan etnis lain. Jika ciri khas (baca: bahasa) suatu komunitas hilang, maka unsur-unsur pembeda dengan etnis yang lain menjadi kabur. Jika etnisitas tidak ada lagi, maka bahasa kelompok etnis tersebut akan lenyap. Berikut kami uraikan secara singkat mengenai Bahasa Sunda.                                                                       
2.1.2 Sejarah Bahasa Sunda
          Bahasa Sunda –dan beberapa bahasa lain di Pulau Jawa khususnya- merupakan turunan dari bahasa-bahasa yang sebelumnya sempat eksis dituturkan oleh penduduk di kepulauan Nusantara seperti Bahasa Sanskerta, Bahasa Kawi, Bahasa Melayu, Sunda, dan Jawa Kuno. Dalam perkembangannya, Bahasa Sunda bertansformasi menjadi sebuah bahasa yang lengkap dengan berbagai kata serapan dari bahasa-bahasa lain sebagaimana Bahasa Sunda yang dituturkan sekarang.
          Bahasa Sunda yang sekarang dituturkan masyarakat Sunda pada umumnya, merupakan hasil pemekaran seiring dengan berkembangnya suasana tempat dan waktu yang telah dilalui oleh sejarah etnis Sunda. Abud Prawirasumantri dkk (1990) mengklasifikasikan sejarah perkembangan bahasa Sunda kedalam lima periode :
1.      Periode pertama (sebelum tahun 1600 M)
2.      Periode kedua (tahun 1600-1800 M)
3.      Periode ketiga (tahun 1800-1900 M)
4.      Periode keempat  (tahun 1900-1945 M)
5.      Periode kelima (tahun 1945 M - sekarang)
          Dalam kurun waktu tersebut Sunda mengalami berbagai peradaban sejarah yang berdampak pada kehidupan masyarakatnya tak terkecuali pada bahasa.
          Pada  periode pertama, pasca runtuhnya Kerajaan Pajajaran, Sunda sebagai sebuah ideologi berangsur-angsur lenyap. Ideologi Sunda (yang terbentuk pada awal abad ke-8 hingga menjelang akhir abad 19) yang berwujud aksara, bahasa, etika, adat-istiadat, kepercayaan dan lembaga kemasyarakatan, lambat laun tergerus dan terpinggirkan oleh ideologi baru yang datang dari luar. Hingga puncaknya ketika Kerajaan Mataram Islam yang bercorak Jawa (1559 M) melakukan invasi (penaklukan daerah-daerah luar untuk memperluas kekuasaan) ke wilayah Priangan saat itu. Penaklukan ini berpengaruh besar terhadap pola kehidupan masyarakat Sunda pada saat itu. Dari mulai kehidupan sosial, kesenian, sistem pertanian, sistem pemerintahan, dan tak terkecuali bahasa Sunda, semuanya mendapat corak  dari kebudayaan Jawa.
          Pengaruh yang paling signifikan adalah bahasa, bahasa Sunda pada prinsipnya merupakan bahasa yang demokratis (tidak mengenal stratifikasi/tingkatan bahasa) kemudian menjadi mengenal tingakatan atau yang dikenal dengan istilah “undak-usuk basa” adalah pengaruh dari invasi Mataram yang bercorak Jawa. Karena Bahasa Jawa lebih dahulu menerapkan stratifikasi Bahasa hingga akhirnya sitem inipun masuk dalam tata bahasa Sunda.
          Namun terlepas dari sejarahnya yang panjang, Masyarakat sunda selalu menamampilkan gaya bahasa yang santun. Lemah-lembutnya tutur bahasa yang muncul ketika satu sama lain berkomunikasi, mencerminkan karakteristik kebudayaan yang dianutnya.

2.2 Komunikasi Nonverbal
      Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi, yang pada umumnya digunakan untuk memperkuat atau memperjelas pesan-pesan verbal. Sederhananya, komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Sebagai contoh : A meyampaikan informasi kepada B, sahabatnya, bahwa ia kehilangan dompet. Selama menyampaikan informasi tersebut air mata A selalu teruari, sehingga B tahu bahwa A sangat sedih atas kondisinya saat ini. Airmata yang dikeluarkan A merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang mengindikasikan bahwa dia sangat sedih.
          Pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. Dan kebanyakan isyarat nonverbal terikat oleh budaya yang dianut sebuah kelompok masyarakat.

2.2.1 Simbol-Simbol Nonverbal

2.2.1.1 Ikat Kepala
            Hampir semua etnis di Indonesia pada umumnya memiliki ciri khas berupa ikat kepala. Dari mulai Aceh hingga ke Papua, mayoritas etnis memiliki ikat kepala dengan bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan kebudayaanya.
         Dalam masyarakat Sunda, ikat kepala biasa disebut  iket atau totopong. Ikat kepala tersebut terbuat dari kain segitiga atau segiempat yang dilingkarkan di kepala. Pada mulanya iket adalah kelengkapan busana yang mencerminkan kelas dalam masyarakat disamping fungsinya sebagai pelindung dari cuaca terik, angin atau lainnya. Dahulu iket merupakan sebuah kehormatan bagi orang Sunda. Dalam beberapa literatur sejarah, dikatakan bahwa orang Sunda pada zaman dahulu, jika bepergian atau menghadiri pertemuan resmi/tidak resmi tanpa menggunakan iket, maka hal tersebut merupakan hal yang janggal bahkan tercela. Seiring dengan perkembangan zaman, kini iket mengalami perubahan fungsi menjadi mode dan pelangakap busana tradisional saja.
2.2.1.2 Kujang
             Salah satu simbol yang paling menojol dari Masyarakat  Sunda adalah kujang. Dari mulai logo Pemerintahan di lingkungan Provinsi Jawa Barat, logo organisasi-organisasi yang bernuansa etnis, hingga aksesoris sehari-hari semuanya menggunakan simbol kujang. Opini yang beredar di masyrakat bahwa kujang adalah senjata kebanggaan masyarakat Sunda.
          Ajip Rosidi mengemukakan, di awal tahun 1950-an, muncul kecemburuan sosial orang Sunda terhadap orang Jawa yang prestasinya secara nasional lebih dominan. Maka lahirlah gerakan-gerakan, pemikiran-pemikiran dan gagasan untuk membangkitkan kembali semangat kesundaan bagi orang Sunda itu sendiri. Maka kisah-kisah seperti Perang Bubat, Carita Dipati Ukur dan lain sebagainya dihidupkan kembali melalui media-media saat itu.
          Jika ditelusuri secara historis, Dalam cerita Dipati Ukur itulah pertama kali ditulis bahwa orang Sunda berperang dengan menggunakan senjata khusus yang disebut kujang. Sejak itu dimitoskan bahwa kujanglah senjata orang Sunda, Sedangkan keris adalah senjata orang Jawa. Pendeknya orang Sunda tidak kalah oleh orang Jawa. Kalau orang jawa punya senjata keris, orang Sunda punya senjata kujang. Padahal keris juga sebenarnya senjata orang Sunda, seperti juga senjata orang melayu, karena itu ada keris yang disebut "keris Padjadjaran". Namun karena pada waktu itu ada semangat bahwa orang Sunda itu lain dari orang Jawa, dan tidak kalah hebat, pemitosan kujang sebagai senjata khas Sunda kian keras
          Dalam naskah Sunda Kuno, diuraikan yang menjadi senjata orang Sunda masa itu adalah pedang, panusuk, golok, peso, dan keris. Kujang tidak terdaftar sebagai senjata. Namun  Kujang disebut dalam alat bertani. Kemudian di daearah  Banten ada peribahasa yang berbunyi "bentang kidang, turun kujang" (kalau bintang telah tampak, kujang pun diturunkan). Bintang turun menjadi tanda bahwa musim tanam/panen sudah tiba, waktunya turun ke ladang. Dari peribahasa itu jelas bahwa kujang itu alat bertani. Setelah dimitoskan sebagai senjata orang Sunda, wajar apabila di kemudian hari tumbuh kebanggaan terhadap kujang sebagai simbol dari masyarakat Sunda.

2.2.2 Bahasa Tubuh Masyarakat Sunda

2.2.2.1 Budaya Rengkuh
             Budaya rengkuh adalah ungkapan menghormati orang lain terutama yang dianggap lebih tua dengan cara membungkukan badan. Sebagai contoh ketika seseorang berjalan melintasi kerumunan, maka orang tersebut akan membungkukkan badan seraya berkata punten dan lain sebagainya. Kemudian ketika hendak bersalaman atau memulai percakapan dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya, maka kecenderungan yang terjadi adalah orang tersebut membungkukkan badannya sebagai bentuk penghormatan bagi orang lain. Kemudian contoh lain ketika berbicara terhadap orang yang lebih tua seperti dengan orangtua, guru, atau kyai, maka tidak hanya membungkukkan badan, tetapi intonasi suara pun ikut direndahkan. Dalam sebuah artikelnya Prof.Dr.Mikihiro Moriyama (seorang berkebangsaan Jepang yang menulis Disertasi tentang Satra Sunda) menuturkan, bahwa ia mendapatkan kesan pertama yang sangat baik terhadap orang Sunda. Orang Sunda pada umumnya tak sungkan untuk mengajak bertamu bahkan menyuguhkan makanan kepada orang yang  baru dikenal. Hal ini tentu tidak lazim atau bahkan dianggap berbahaya oleh kebudayaan di negara-negara Asia atau Eropa. Hal ini terjadi semata-mata karena perbedaan budaya.
2.2.2.2 Budaya Someah
             Selain budaya rengkuh sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,  yang tergambar dalam sosok orang Sunda adalah orang yang apabila berbicara, bergerak, dan bersikap menyiratkan kehangatan dan rasa hormat. Kemudian citra lain yang melekat pada orang Sunda adalah ramah, rendah hati, dan mudah menerima kehadiran orang lain. Konsep ini tercermin dalam sebuah peribahasa “someah hade ka semah” (ramah terhadap tamu/orang lain). Secara garis besar konsep tersebut bersifat akomodatif dan apresiatif terhadap orang lain. Bagi masyarakat Sunda, sikap tersebut merupakan kewajiban yang memiliki makna kesalehan sosial. Budaya someah telah memberikan manfaat yang luar biasa. Banyak orang-orang dari luar darah bahkan dari mancanegara yang tertarik dan mengagumi keramahan orang sunda sehingga berbondong-bondong ingin mengunjungi tatar Sunda.

2.3 Sunda dan Media Massa
       Media massa dalam perspektif Ilmu Jurnalistik adalah alat bantu utama dalam proses komunikasi massa. Komunikasi massa, secara sederhana berarti kegiatan komunikasi yang menggunakan media yang disampaikan pada sejumlah orang yang tersebar pada  tempat yang tidak ditentukan.
          Media massa selalu terkait dengan proses komunikasi. Karena itu, untuk melihat potret Kebudayaan Sunda seperti tercermin dalam media, salah satunya dapat dilakukan dengan menempatkan kebudayaanya dalam perspektif hubungan antara komunikasi dengan kebudayaan. Hubungan antara komunikasi dengan kebudayaan menjadi penting dipahami terutama untuk menggambarkan perilaku komunikasi masyarakat Sunda.                  
2.3.1 Media Cetak Sunda
           Sekurang-kurangnya terdapat tiga jenis media cetak yang populer di masyarakat, antara lain surat kabar, majalah, dan buku.
          Pada wal abad ke 20, dapat dikatakan sebagai titik awal kebangkitan budaya cetak masyarakat Sunda. Pada tahun 1914, muncul novel berbahasa Sunda pertama terbitan Balai Pustaka Baruang ka nu ngarora karangan D.K Ardiwinata yang kemudian disusul oleh novel-novel dan karya sastra Sunda lainnya.
          Sampai masa kependudukan Jepang, media cetak Sunda masih semarak. Balai Pustaka, sebagai percetakan resmi pemerintah kolonial saat itu, setiap tahunnya menerbitkan puluhan buku bahasa Sunda. Selain buku bacaan, terbit pula surat kabar berbahasa Sunda yang terbit harian, mingguan, dan bulanan seperti Sipatahoenan, Mangle, Langensari, Kalawarta Kudjang, Wangsit, Sangkoeriang, Campaka, Siliwangi, Warga. Bahkan terbit pula surat kabar dakwah sebagai media Islam bahasa Sunda seperti Al-Imtisal, Al-Moechtar, dan Mitra.
          Namun dewasa ini, media cetak Sunda menurun drastis. Dalam satu tahun, hanya 2-3 buku bacaan bahasa Sunda yang diterbitkan. Begitupun dengan surat kabar dan majalah Hanya Mangle dan Cupumanik  dan beberapa koran lokal seperti Galura, Sunda Midang dan Sarakani yang masih bertahan ditengah gempuran zaman. Penyebabnya adalah apresiasi yang rendah terhadap sastra Sunda disamping bahasa Sunda itu sendri yang sudah mulai ditinggalkan oleh penuturnya sehingga media cetak bahasa Sunda enggan mencetak bacaan-bacaan berbahasa Sunda.

2.3.2 Media Elektronik Sunda
          Pada  periode 1960-1990an masih sangat ramai media komunikasi berbahasa Sunda dalam bentuk siaran Radio seperti dakwah Bahasa Sunda, pertunjukan wayang golek, dan dongeng-dongen Sunda yang disiarkan secara berkesinambungan. Kini siaran berbahasa Sunda pada saluran-saluran radio regional hanya menjadi bagian kecil dan bukan menjadi prioritas pada siaran radio secara utuh.
          Kecuali saluran televisi lokal, saluran televisi regional dan nasional seperti TVRI acara-acara bermuatan budaya dan bahasa daerah tak terkecuali Sunda, sudah semakin berkurang. Sampai tahun 2004, dua saluran televisi nasional, TVRI dan TPI aktif menampilkan tayangan Wayang Golek setiap akhir pekan.
          Kini seiring tuntutan perkembangan zaman, media elektronik berbahasa Sunda seolah tenggelam dimakan zaman. Hanya masyrakat Sunda itu sendiri lah yang dapat menentukan nasib media Sunda di kemudian hari.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
      Setelah membaca pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Bahasa adalah unsur yang paling dominan dalam kebudayaan suatu etnis/masyarakat. Dalam hal ini, Bahasa Sunda adalah bahasa verbal yang digunakan masyarakat Sunda untuk berkomunikasi. Dalam sejarahnya bahasa Sunda mengalami tranformasi melalui sejarah yang panjang hingga menjadi sebuah bahasa yang lengkap sebagaimana yang dituturkan sekarang.

2.      Pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam sebuah komunikasi. Dan kebanyakan pesan  nonverbal terikat oleh budaya yang dianut sebuah kelompok masyarakat. Dalam hal ini, kami memfokuskan dua simbol nonverbal yang menjadi ciri paling identik dengan masyarakat Sunda, yaitu ikat kepala dan kujang. Ikat kepala pada mulanya adalah penanda kelas dalam kelompok masyarakat dan sebuah kelengkapan yang “mutlak” dalam pakaian sehari-hari. Kini ikat kepala khas Sunda hanya menjadi aksesoris/pelengkap busana tradisional saja. Begitu pun dengan Kujang, banyak opini yang mengemukakan bahwa kujang adalah senjata khas Masyarakat Sunda. Namun jika ditelaah secara historis, kujang bukanlah perkakas perang, namun perkakas pertanian. Seiring dengan opini yang kian berkembang, maka kujang menjadi simbol yang identik dengan masyarakat Sunda. Selain dua simbol tersebut, adapula pesan nonverbal yang melekat pada masyarakat Sunda, yaitu budaya rengkuh dan budaya someah. Budaya rengkuh adalah budaya menghormati orang lain/yang lebih tua dengan cara membungkukkan badan atau merendahkan intonasi suara ketika berkomunikasi. Dan budaya someah adalah sebuah sikap yang akomodatif dan apresiatif terhadap orang-orang yang baru saja dikenal atau terhadap tamu yang datang. Kesemua pesan/simbol nonverbal tersebut membawa manfaat yang sangat penting terhadap kehidupan Masyarakat Sunda.

3.      Media massa sebagai salahsatu saluran komunikasi diantara para pembacanya, tidak bisa lepas dari lingkungan budaya dimana media itu berada. Karena itu, media massa baik itu cetak maupun elektronik, menjadi bagian penting dari karakter dan perilaku masyarakatnya
  
3.2 Saran
      Setelah memahami bagaimana Budaya Komunikasi Masyarakat Sunda, kami menyarankan :
1.      Agar mahasiswa dan masyarakat Sunda pada umumnya mampu memelihara, melestarikan, dan mengembangkan bahasa Sunda sebagai bahasa verbal masyarakat Sunda dalam berkomunikasi, mengingat bahasa adalah unsur yang paling dominan dari kebudayaan suatu masyarakat. Agar Masyrakat Sunda tidak kehilangan identitas dan eksistensinya sebagai sebuah etnis di Indonesia.
2.      Agar mahasiswa dan masyarakat Sunda pada umumnya, mampu mengembangkan pesan-pesan nonverbal yang melekat pada masyrakat Sunda. Simbol-simbol nonverbal yang kini berada, patut kita kritisi secara ilmiah demi memahami makna dibalik simbol tersebut. Simbol-simbol nonverbal yang berupa gerak tubuh, perilaku, dan sikap positif masyrakat Sunda perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk apresiasi terhadap nilai-nilai luhur sebuah kebudayaan.
3.      Agar mahasiswa dan masyarakat Sunda pada umumnya, mampu beradaptasi dengan kemajuan  teknologi sebagai dasar untuk mengembangkan media massa masyarakat Sunda.

DAFTAR PUSTAKA


Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana

Djiwapradja, Dodong. 2007. Polemik Undak-Usuk Basa Sunda. Bandung : Kiblat.

Ekadjati, Edi S. 2004. Kebangkitan Kembali Orang Sunda. Bandung : Kiblat.

Komunitas Dangiang : Lonceng Kematian Bahasa Sunda.2002. Bandung 

Lubis, Nina H. 2000. Tradisi dan Transforrmasi Sejarah Sunda. Bandung : Humaniora Utama

Moriyama, Mikihiro. 2013. Semangat Baru. Jakarta : Komunitas Bambu.

Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Rosda.

Muhtadi, Asep Saeful. 2016. Pengantar Ilmu Jurnalistik. Bandung : Simbiosa

Perhimpunan KB-PII Jawa Barat : Ngamumule Budaya Sunda Nanjeurkeun Komara Agama. 2006. Bandung.

Prawirasumantri, Abud. 2007. Kamekaran, Adegan, Jeung Kandaga Kecap Basa Sunda.  Bandung : Geger Sunten.

Rakhmat, Deddy Mulyana dan Jalauddin. 2010. Komunikasi Antar Budaya. Bandung : Rosda.

Rosidi, Ajip. 2010. Mencari Sosok Manusia Sunda. Bandung : Pustaka Jaya

Sambas, Syukriadi. 2015. Sosiologi Komunikasi. Bandung : Pustaka Setia.

Setiawan, Otong. 2001. Panduan Membuat Karya Tulis. Bandung : Yrama Widya.

Artikel dalam Surat Kabar dan Majalah :
-          Prof. Dr.Mikihiro Moriyama. “Kagembang ku Kasomeahan Urang Sunda” Mangle tahun 2011
-          Prof. Ajip Rosidi “Kujang Bukan Senjata” Harian Pikiran Rakyat

No comments:

Post a Comment

Popular Posts