BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Sosial Masyarakat Petani Di
Pedesaan
Petani umumnya hidup dan tinggal di pedesaan sejak
kecil. Perkembangan karakter seoarang petani tidak hanya dipengaruhi oleh
keluarganya sendiri, tetapi juga oleh lingkungannya. Lingkungan hidup petani
adalah alam dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Apa yang ada dilingkungan
sekitarnya itu jelas mempengaruhi perkembangan karakter petani tersebut. Yang
dimaksud dengan lingkungan sosial petani adalah lingkungan masyarakat dimana
petani itu tinggal dan asyarakat yang tempat kelahiran dan dibesarkan sampai
dewasa berprofesi sebagai petani. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat
besar kepada karakter para petani. Jika masyarakat masih konservatif (tidak mau
melakukan perubahan karena khawatir mempunyai dampak yang tidak baik terhadap
dirinya maupun lingkungan), maka sifat itu juga akan mempengaruhi karakter
dirinya. Sebaliknya, jika masyarakat tempat tinggalnya sudah modern, maka
kemodernan itu juga akan mempengaruhi karakter para petaninya.
Bertani sebagai sumber penghidupan petani juga
sangat dipengaruhi oleh masyarakat sekitanya. Jadi, petani dan pertanian itu
sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat dimana petani dan pertanian itu
berdomisili dan berlokasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengenal
kondisi masyarakat pedesaan itu dengan lebih mendalam.
Dengan teori sistem sosial, dapat dilihat
komponen-kompenen yang membentuk sistem sosial masyarakat petani di pedesaan
itu. Setidaknya ada lima komponen yang membentuk masyarakat pedesaan sebagai
suatu sistem sosial, yaitu:
Pendidikan
(formal, non-formal, maupun in-formal), fungsinya untuk memberi pencerahan
kepada masyarakat. Melalui pendidikan masyarakat akan mendapatkan berbagai
informasi yang akan membentuk pengetahuan, melalui pelatihan-pelatihan masyarakat akan membentuk keterampilan, dan
melalui interaksi sosial serta pengalaman lain akan terbentuk sikap mental.
Perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental itu akan membentuk
pola perilaku tertentu. Semua jenis kemampuan yang diperlukan dalam hidup
diperoleh melalui proses pendidikan ini; termasuk wawasan, interaksi sosial,
komunikasi, motivasi, dll.
Ekonomi, dalam arti luas kegiatan ekonomi mencakup
produksi (indutri, pertanian), penyediaan input industri dan pertanian,
pemasaran, transportasi, komunikasi, kesehatan, lapangan kerja, keuangan dan
lembaga keuangan, dll. Isu yang paling penting adalah produktivitas,
keberlanjutan, dan efisiensi. Fungsi komponen ini untuk mempertahankan hidup
dan pengembangan.
Kekuasaan, mencakup struktur kekuasaan, kepemimpinan,
pemerintahan lokal, keamanan, dll. Fungsi komponen ini adalah pengaturan,
pengawasan, dan dianmisasi sistem sosial yang mecakup ketertiban, keteraturan,
kepastian (hukum), keamanan, dll.
Struktur sosial, mencakup keluarga, kelompok sosial,
organisasi masyarakat, kelompok etnis, kelompok bisnis, dll. Fungsi komponen
ini adalah sebagai pelaku sekaligus sebagai penerima manfaat atau kerugian dari
fungsi semua komponen sosial, disebut juga sebagai pemangku kepentingan.
Keagamaan (religion), mencakup lembaga-lembaga
keagamaan, nilai-nilai yang diajarkan, pengendalian moral, etika, semangat
kebersamaan, dan kerukunan. Fungsi komponen ini sebagai pencerah moral dan
etika hidup bersama yang membangun semangat kebersamaan, gotong royong, dan
kerukunan.
Kelima komponen itu ada dalam setiap masyarakat
petani di pedesaan dan mempengaruhi lingkungannya, meskipun kondisi dan tingkat
fugsinya berbeda antar masyarakat.
Selain kondisi berbeda setiap komponen sosial sistem
itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain sehingga
membentuk suatu sistem sosial. Fungsi dari masing-masing komponen sistem sosial
itu adalah untuk memfasilitasi kehidupan warga masyarakat. Dengan lain kata
masing-masing komponen harus bisa memberi manfaat kepada warganya agar mereka
dapat mempertahankan hidupnya dan mengembangkan kualitas hidupnya secara
individual ataupun secara bersama-sama. Jika kenyataannya warga masyarakat
tidak mampu bertahan “hidup” atau tak mampu mengalami perkembangan berarti
warga itu menqalami defisiensi sesuatu fungsi yang seharusnya berasal dari
sistem sosialnya.
2.2 Petani Sebagai Warga Sistem Sosial
Sebagai warga dari sistem sosial pedesaan dimana
seorang petani tinggal sejak kecil, ia akan memperoleh segala asupan yang
diperlukan bagi perkembangan dirinya dari sistem sosialnya itu. Masing-masing
komponen sistem sosial itu seharusnya bisa memberi asupan yang berguna dan
diperlukan oleh warganya sesuai dengan fungsi masing-masing komponen. Apabila
asupan yang diperlukan tidak diperoleh maka petani itu mengalami defisiensi,
sebagai akibat dari tidak atau kurang berfungsinya salah satu atau beberapa
komponen sistem sosial. Oleh karena itu, kasus defisiensi yang dialami petani
jangan hanya menyalahkan petani yang bersangkutan, tetapi harus dilihat juga
apakah komponen-komponen sistem sosial sudah berfungsi dengan baik.
Petani dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai kultivator yang bertanggung jawab
akan kehidupan tanaman dan ternak yang diusahakan. Fungsi yang kedua adalah
sebagai manajer usahatani yang dijalankan, yang bertanggung jawab dalam
memanfaatkan segala aset dan sumberdaya yang dimiliki guna memperoleh
keuntungan sebesar mungkin. Kedua fungsi itu berkaitan satu sama lain, tetapi
disini akan dibahas hanya fungsi yang kedua yaitu sebagai manajer usahatani.
Sebagai manajer usahatani, fungsi petani diantaranya:
Mengambil
keputusan segala hal yang akan dilakukan yang berkaitan dengan usahataninya;
Merencanakan usahatani yang akan dilakukan; dan
Memasarankan
hasil usahatani.
Perlu diingat bahwa pada era ini bertani tidak lagi
hanya sekedar sebagai way of life, tetapi sebagai usaha bisnis. Tujuan utamanya
adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Produktivitas pertanian yang
melimpah tidak selalu seiring dengan keuntungan yang besar. Bagi petani
produksi yang melimpah bukan segala-galanya, sebab yang utama bagi mereka
adalah keuntungan yang nyata dari usahataninya. Besar-kecilnya keuntungan,
bahkan kerugian yang diderita, sangat bergantung pada apa yang dilakukan petani
selaku manajer usahataninya. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan
matang-matang. Kepastian mendapat keuntungan? Besarnya risiko? Ketersediaan
modal? dll.
Banyak petani yang mengambil keputusan hanya
berdasarkan pengalaman atau tradisi. Jika biasanya menanam padi, mereka akan
menanam padi terus. Tidak pernah dipertimbangkan menanam komoditas lain yang
mungkin lebih besar keuntungannya. Untuk bisa mengambil keputusan yang
tepat/baik memang diperlukan banyak hal, seperti pengalaman, alternatif lain;
informasi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, keberanian, dll. Mana yang
tidak/kurang dimiliki petani itulah defisiensi yang dialami petani.
Ada dua macam perencanaan yang harus dilakukan
petani, yaitu perencanaan sebagai kultivator dan perencanaan sebagai manajer
usahatani. Keduanya sebenarnya saling berkaitan, namun perannya sbg kultivator
(tukang tani) umumnya sudah baik. Jadi yang perlu dibahas adalah perannya
sebagai manajer yang harus merencanakan bisnis usahataninya.
Perencanaan usahatani atau farm planning ini
menyangkut biaya dan pendapatan (cost and return). Biaya produksi harus
dihitung selengkapnya sebagai perbandingan dengan pendapatan yang bakal
diterima nantinya. Untuk perencanaan ini selain diperlukan pengetahuan dan
keterampilan serta cara menghitung dengan benar, juga diperlukan banyak jenis
data dan informasi. Termasuk data berbagai harga input yang diperlukan serta
ketersediaannya. Selain itu juga data dan informasi pasar kemana hasil-hasil
usahatani itu akan dipasarkan.
Data dan informasi harus sesuai dengan perkembangan
yang ada, jika kondisinya tidak stabil berarti data dan informasinya harus
diperbarui setiap musim. Bagaimana data dan informasi itu bisa diakses oleh
petani dengan mudah dan tepat waktu? Syaratnya ada dua, yaitu:
Petani memiliki kemampuan, yaitu dengan merencanakan
usahataninya secara benar dengan menggu-nakan data dan informasi yang dapat
diakses.
Tersedia
data dan informasi yang terkini dan dapat diakses oleh petani.
Syarat mana yang belum dapat terpenuhi secara baik
itulah defisiensi petani sebagai manajer. Untuk dapat melaksanakan perannya
dalam memasarkan hasil usahataninya, petani perlu memiliki beberapa kemampuan,
seperti komunikasi dan interaksi dengan pihak non petani, melakukan
tawar-menawar, dan membangun strategi pemasaran yang handal.
Selain itu petani juga perlu memiliki kemampuan
mencari informasi pasar dan memanfaatkan data yang tersedia. Untuk ini pun
diperlukan ketersediaan informasi dan data yang terkini mengenai permintaan
pasar dan harga pasar yang dapat diakses oleh petani secara mudah dan
berkelanjutan. Apabila ada kemampuan yang belum dimiliki petani dan ada
informasi dan data yang belum dapat diakses oleh petani, itulah defisiensi yang
dialami petani. Akibat menderita berbagai defisiensi yang berlangsung lama
petani umumnya terkendala untuk maju dan berkembang seperti yang terjadi
sekarang. Para petani bukannya tidak mau maju dan berkembang, tetapi mereka
memerlukan bantuan fihak luar untuk dapat mengatasi berbagai “penyakit”
defisiensi yang dialami.
2.3 Struktur Perubahan Masyarakat Petani
Struktur sosial masyarakat terbagi berdasarkan luas
kepemilikan lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik
tanah. Buruh tani mempunyai kedudukan sosial yang paling bawah dengan aktivitas
ekonomi yang terbatas pada pengerahan tenaga buruh upahan kepada kaum pemilik
tanah. Beberapa diantaranya mencoba untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya,
namun masih terbatas pada jenis perdagangan kecil. Berbeda dengan kaum tuan
tanah yang mempunyai kegiatan ekonomi lebih bervariatif dan skala yang jauh
lebih besar.
Perkembangan struktur sosial masyarakat desa saat
ini masih mengenal adanya dua strata tersebut, namun kegiatan ekonomi yang ada
telah berkembang sehingga kesejahteraan buruh tani dapat lebih meningkat. Pola
kemitraan yang sejajar juga telah terbentuk antara buruh tani dan pemilik
tanah.
Telah kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara
agraris, di mana pertanian memegang peranan penting bagi aktifitas ekonomi
rakyatnya. Selain memiliki fungsi penting bagi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat, pertanian juga memiliki fungsi pokok dalam kehidupan, baik sebagai
tempat tinggal maupun sebagai faktor produksi yang utama. Itu artinya,
kebutuhan akan tanah bukan hanya dan bukan semata-mata kebutuhan masyarakat
petani (produsen pangan), melainkan juga kebutuhan masyarakat bukan petani
(konsumen) secara keseluruhan.
Mata pencaharian di bidang pertanian banyak dilakoni
masyarakat pedesaan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sangat menarik jika
membahas tentang bagaimana masyarakat desa dalam berinteraksi sosial dengan
lingkungannya. Tidak banyak orang yang tahu tentang desa, sehingga
program-program yang dilaksanakan oleh orang kota ke desa tidak bisa berjalan
dengan optimal. Setiap desa memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda,
ditambah lagi dengan adat dan norma yang berbeda disetiap desa.
Dalam masyarakat pertanian pedesaan pun ternyata
tidak lepas dari perubahan struktur sosial kemasyarakatan. Pembahasan mengenai
struktur sosial yang dikemukakan oleh Ralph Linton ada dua konsep, yaitu status
dan peran. Status merupakan sekumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran
adalah aspek dinamis dari sebuah status. Menurutnya seseorang menjalankan
perannya ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya.
Selain itu ia juga membedakan pembagian status antara Ascrribed status (status
yang diperoleh sejak lahir) dan achieved status (status yang diraih selama
hidup). Konsep ini menunjukkan bahwa dalam suatu struktur sosial terdapat
ketidaksamaan posisi sosial antar individu. Sedangkan Max Weber mengatakan
bahwa suatu masyarakat terbagi dalam stratifikasi yaitu kelas, status, dan
kekuasaan.
Di era globalisasi ini berbekal informasi dan
teknologi serta dikarenakan pula tuntutan kehidupan yang semakin penuh dengan
tantangan mengakibatkan banyaknya terjadi mobilitas masyarakat desa, sehingga
mengakibatkan perubahan struktur sosial dari waktu kewaktu, sistem
sosial-budaya dalam keluarga dan lingkungan, pendidikan, serta pengalaman
masyarakat desa itu sendiri yang akan mempengaruhi persepsi dan pola pikir
khususnya petani sehingga berpengaruh pada perilaku petani.
Contohnya di beberapa pedesaan, meski pertanian
masih menjadi karakteristik masyarakatnya. Tetapi penampilan fisik di
masyarakat pedesaan tersebut sudah tidak lagi dapat dilihat atau di
identifikasikan dari pakaian, rumah, dan sebagainya.
Identifikasi perubahan dari waktu ke waktu dapat di
lihat dalam struktur tindakan, cara pandang, perilaku, dan kelas sosial dalam
masyarakat tersebut. Perubahan masa kini pada masyarakat desa ditandai dengan
adanya organisasi modern yang sifatnya lebih kompleks. Perubahan model produksi
menimbulkan pembagian kerja yang menjadi pengelompokan-pengelompokan baru dalam
kelas sosial. Ada kecenderung bahwa masyarakat pedesaan, terutama mereka yang
bermata pencaharian sebagai petani, baik pemilik, penyakap maupun buruh tani,
lebih memilih beralih mata pencaharian atau melakukan diversifikasi usaha ke
sector non-pertanian daripada harus memperjuangkan hak-haknya untuk mendapatkan
akses dan kontrol terhadap tanah ketika akses dan kontrol merekaterancam atau
hilang sama sekali.
Selanjutnya kelas sosial para petani desa posisinya
terkadang bisa sangat statis tetapi juga tidak menutup kemungkinan untuk
dinamis sehingga ia dapat berubah sesuai dengan konteks, dan sesuai dengan
fungsi atau peranannya dalam masyarakat. Artinya mobilitas tidak hanya terjadi
pada tataran lokasi atau ruang wilayah masyarakat tetapi juga pada tataran
kelas social masyarakat. Mobilitas atau pergerakan ini juga memperlihatkan
kepada kita bagaimana transformasi bentuk atau model tradisional ke modern
telah mempengaruhi perubahan sosial termasuk perubahan kelas dan status dalam
masyarakat desa. Perubahan masyarakat terhadap model produksi dari pertanian
kemigrasi membawa transformasi pada bentuk tradisional ke modern, mempengaruhi
struktur kelas sosial dan dinamika perubahan atau pergantian kelas semakin
banyak terjadi pada kalangan masyarakat di desa.
Buruh tani yang menempati tingkatan paling rendah
dalam lapisan masyarakat membawa konsekuensi bahwa kedudukan mereka tidak akan
hilang. Mereka merasa tidak perlu berupaya mempertahankan kedudukannya
tersebut, karena suatu yang mustahil mereka akan jatuh dari kedudukan sosialnya.
Akibat dari kedudukan sosial yang mereka miliki, rasa ketenteraman yang mereka
alami sangat berbeda dengan perasaan kaum pemilik tanah. Perasaan ini
memunculkan nilai “nrimo ing pandum” sehingga rasa berserah diri kepada nasib
sangatlah besar pada diri buruh tani. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
ketegangan sosial apabila terdapat tindakan-tindakan yang berasal dari luar
untuk merubah nasib mereka.
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
kesejahteraan buruh tani melalui pemberantasan buta huruf sama sekali tidak
mempengaruhi para buruh tani. Mata pencaharaian masyarakat desa sebaiknya harus
diperhatikan oleh pemerintah. Banyak petani masyarakat desa tidak diperhatikan
oleh pemerintah. Mereka bekerja dengan sendirinya. Walaupun beberapa petani
tidak tetap mempunyai harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan buruh
tani, namun kebanyakan sikap mental dan kecerdasannya serupa dengan buruh tani.
Adanya sumber pendapatan lain diluar upah sebagai pekerja membuat petani tidak
tetap sedikit terpengaruh dengan perubahan musim dan pasar tenaga kerja
dibandingkan dengan buruh tani. Kondisi rumah tinggal sedikit lebih kokoh
dibandingkan buruh tani. Pembagian ruang menjadi beberapa bagian menurut fungsi
sudah dilakukan. Petani tidak tetap sebagaimana buruh tani juga tidak tersentuh
oleh pemerintahan desa, kecuali ketika mereka melanggar hukum. Petani tidak
tetap semakin mermarginalkan seiring perkembangan zaman. Kebutuhan untuk
berhutang di musim paceklik membuat mereka menggadaikan atau menjual tanah
mereka. Tanah pertanian tersebut pada akhirnya tetap terkumpul pada sebagian
kecil masyarakat desa. Hubungan kekeluargaan pada petani tidak tetap
sebagaimana buruh tani, tidak mampu menolong mereka memperkuat kedudukan sosial
dan ekonomi.
Secara ekonomi, dalam menjalankan usaha pertanian,
tuan tanah besar menjalankan fungsi sebagai pengelola. Mereka jarang sekali
mengerjakan pekerjaan kasar sendiri. Komoditas yang diusahakan adalah komoditas
yang menjanjikan keuntungan besar walupun dengan modal yang besar. Beberapa tuan
tanah besar berhasil merubah tegalan menjadi kebun buah-buahan yang terawat
dengan baik. Setelah panen, tuan tanah besar menyerahkan pengelolaan tanah
pertaniannya kepada buruh tani dengan cara maro. Tanah sawah yang mereka miliki
disewakan atas dasar bagi hasil. Hasil sewa tersebut mereka gunakan untuk
memenuhi kebutuhan makan sedangkan keuntungan dari usahatani kentang dan kubis
mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan kemewahan, seperti membangun rumah atau
membiayai kuliah anak-anak. Mereka juga menanamkan modal pada usaha dagang dan
pengangkutan.
Kebutuhan akan pinjaman bagi tuan tanah besar
diperoleh dari pedagang yang menyediakan pupuk dan obat-obatan pertanian. Para
pedagang tidak membebankan bunga atas pinjaman yang dilakukan, mereka telah menetapkan
harga jual yang lebih tinggi daripada harga pasaran. Selain itu, ketika panen
sudah menjadi “kewajiban moral” bagi tuan tanah besar untuk menjual hasil panen
kepada pedagang tersebut. Kompensasi yang terjadi adalah harga beli hasil panen
tersebut dengan harga yang lebih murah. Sekilas kita akan menganggap bahwa
syarat pinjaman tersebut tidak ideal, namun kita tidak dapat menyimpulkan bahwa
syarat tersebut merugikan tuan tanah besar. Secara ekonomi dan sosial, status
tuan tanah besar tidak tampak pada posisi yang dirugikan. Selalu terdapat
perdamaian dan keserasian antara anggota berbagai keluarga tuan tanah besar.
Kekuatan ekonomi dan sosial yang mereka miliki terletak pada kenyataan bahwa
secara bersama-sama mereka merupakan gabungan perusahaan besar yang mencakup
tanah, uang, kecerdasan, pengalaman dan hubungan.
Sebagian besar petani di Indonesia telah mampu
mengembangkan pertanian dengan pola modern mengikuti tuntutan teknologi
budidaya pertanian. Selain itu, pasar komoditas pertanian di desa pun cukup
berkembang. Banyak hasil-hasil pertanian yang di ekspor keluar negeri dan
sebagian juga untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Pada masa
kemerdekaan hingga 1980-an, sebagian besar petani menjual produksinya ke
pasar-pasar tradisional. Sayur yang akan dijual dimasukkan begitu saja ke dalam
karung, tidak dikemas dengan baik dan para petani hanya tahu menanam, sehingga
mereka lebih sering merugi karena mendapatkan harga sayur yang jatuh di musim
panen. Oleh karena itu, sebagian penduduk kampung tidak bisa hidup sejahtera
dan sebagian termasuk kedalam ekonomi rendah. Rumah mereka yang berdinding
anyaman bambu tampak kumuh dan reot. Penyakit menular menjangkiti penduduk
karena lingkungan yang tidak sehat. Kandang ternak menempel langsung pada rumah-rumah
penduduk, yang seharusnya kandang-kandang ternak itu ditempatkan agak jauh atau
diberi jarak dengan rumah- rumah warga agar kesehatan lingkungan pun terjaga
dan ini dapat mengurangi tingkat berkembangnya penyakit.
Fenomena buruh tani dan petani bebas pada tahun
1950-an seperti yang diulas oleh H ten Dam seakan-akan melompat menuju
“kenaikan derajat” pada saat ini. Tentu semuanya tidak terjadi begitu saja
tentunya semuanya melalui proses atau masa transisi. Semakin pesatnya
perkembangan pembangunan industri di perkotaan pada era orde baru yang memicu
adanya disparitas desa-kota. Kondisi ini menyebabkan adanya fenomena urbanisasi
besar-besaran, terlebih dengan semakin terdesaknya kaum buruh tani di pedesaan
Jawa. Fenomena ini terus berlanjut hingga pada awal 1980-an terjadi fenomena
yang cukup menarik, yaitu sulitnya mencari buruh tani untuk bekerja di lahan.
Sebagian besar buruh tani yang ada di tahun-tahun itu adalah mereka yang telah
berusia lanjut. Sehingga menyebabkan produktifitas kerja dan hasil pertanian
yang minim.
Para buruh tani juga bisa menabung untuk membangun
rumah, juga menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Hampir di seluruh
perkebunan milik petani, para buruh tani dipersilakan meluangkan waktu untuk
menggarap tanaman yang mereka kelola di halaman atau di lahan yang mereka sewa.
Biasanya jika ada anggota kelompok yang sudah mampu mandiri, mereka
dipersilahkan untuk keluar dari kelompok tersebut dan membentuk kelompok
sendiri untuk melatih petani lain yang belum bergabung. Agar terbina dan
terkonsep bagaimana cara-cara membina para buruh tani di masa akan datang.
Melalui kelompok-kelompok pula, para petani berhasil
memikat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Dari mulai generasi
muda yang hidupnya tidak teratur, dengan adanya konsep pengelompokan tersebut,
mereka, para generasi muda bisa lebih terarah kea rah yang positif, contohnya
pemuda pencandu narkoba dan penderita gangguan jiwa pun dilibatkan dan diberi
pengarahan dalam bidang pengelompokan tersebut. Hingga kini, setiap tahun
sekitar 30 remaja berhasil dididik sebagai petani.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masyarakat desa merupakan “sistem
sosial” yang komprehensif, artinya di dalam masyarakat desa terdapat semua
bentuk pengorganisasian atau lembaga-lembaga yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Termasuk di
dalamnya adalah petani.
Dalam teori sistem sosial terdapat lima
komponen yang membentuk masyarakat pedesaan sebagai suatu sistem sosial, yaitu
pendidikan (formal, non-formal, informal), ekonomi, kekuasaan, struktur sosial,
dan keagamaan. Kelima komponen ini ada dalam setiap masyarakat petani di
pedesaan dan mempengaruhi lingkungannya, meskipun kondisi dan tingkat fugsinya
berbeda antar masyarakat.
3.2.
Saran
Sebagai akhir penulisan karya tulis ini,
penulis mempunyai saran-saran diantaranya sebagai berikut:
1. Kita sebagai manusia, dengan perbadaan akal yang
diberikan terhadap makhluk lain tentunya harus mengetahui bahkan faham tentang sistem
dan sub sistem.
2. Hendaklah mempelajari buku-buku lainnya agar kita
memiliki pemahaman yang lebih luas mengenai sistem sosial masyarakat desa
terutama para petani.
3. Mudah-mudahan karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi seluruh mahasiswa khususnya, serta
manusia pada umumnya.
Penulis senantiasa mengharapkan kritikan yang
bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan karya tulis ini.
DAFTAR
PUSTAKA
file.upi.edu/ai.php?dir…/JUR…Struktur%20Masyarakat%20Petani…
pada hari Kamis, Pukul 20.42.
Martini,18
agustus 2009,Stratifikasi
Sosial,google.com,https://5osial.wordpress.com/tag/stratifikasi-sosial-masyarakat-petani/.
12 Maret 2011.
pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Semrutin_22-08-08.pdf
pada hari Kamis, Pukul 19.02
Widjajati,
laela,sabtu,09 januari 2010,Pengertian Sistem Sosial (menurut
sosiologi),google.com,http://laely-widjajati.blogspot.com/2010/01/pengertian-sistem-sosial-menurut.html,12
Maret 2011.
Yudhono,Jodhi.selasa
1 maret 2011.Subak, Aset Keunikan Budaya Bali,google.com,
http://oase.kompas.com/read/2011/03/01/0104296/Subak,Aset Keunikan Budaya
Bali,13 maret 2011.
No comments:
Post a Comment