Monday, June 6, 2016

Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional.

PRINSIP 10


Seperti juga waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, melainkan merupakan proses yang sinambung (continuous). Bahkan kejadian yang sangat sederhana pun, seperti “Tolong ambilkan garam” melibatkan rangkaian kejadian yang rumit bila pendengar memenuhi permintaan tersebut. Untuk lebih memudahkan pengertian, kita dapat mengatakan bahwa peristiwa itu dimulai ketika orang A meminta garam dan berakhir ketika orang B memberikan garam itu. Namun kita tidak dapat mengukur peristiwa itu hanya berdasarkan apa yang terjadi antara permintaan akan garam dan pemberian garam itu. Baik A atau B telah merujuk pada pengalaman masa lalu mereka untuk merumuskan dan menafsirkan pesan serta menanggapinya secara layak.

Contoh lain, perhatikan seseoang yang menyampaikan pidato. Apakah komunikasinya terjadi saat pembicara berdiri di belakang podium? Ketika ia memasuki ruangan? Atau ketika ia menulis pembicaraannya? Dan kapan komunikasi itu berakhir? Kecuali bila khalayak melupakan pesan si pembicara begitu pembicara selesai dengan pidatonya, khalayak boleh jadi terus memberi makna terhadap pidatonya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Dapatkah kita mengatakan bahwa komunikasi berhenti pada saat pembicara juga berhenti berpidato?

Komunikasi sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Heraclitus enam abad sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai yang sama dua kali” pada saat yang kedua itu, manusia itu berbeda, dan begitu juga sungainya. Ketika kita menyeberangi sungai untuk kedua kali, ketiga kali dan seterusnya pada hari yang lain, maka sesungguhnya penyeberangan itu bukanlah fenomena yang sama. Kita sendiri sudah berubah, dari segi usia lebih tua, dari pengalaman juga lebih meningkat, sungai itu pun sudah berubah. Air yang kita seberangi pun sudah mengalir entah ke mana. George Bernard Shaw berkata “saru-satunya orang yang  perilakunya waras adalah penjahit ku: ia melakukan pengukuran yang baru setiap kami bertemu, sementara orang lain mengukur ku dengan pengukur lama dan mengharapkan pengukuran lama itu sesuai untukku “T.S. Eliot dalam The Cocktail Party menulis, “apa yang kita ketahui mengenai orang lain hanyalah memori kita mengenai saat-saat kita mengenalnya. Dan orang itu telah berubah sejak itu. Pada setiap pertemuan kita bertemu dengan orang asing.” Kota-kota dan orang-orang berubah, meskipun kata-kata (nama-nama) yang kita gunakan untuk merujuk pada mereka biasanya tetap sama. Fakta bahwa kata-kata tidak berubah dalam perjalanan waktu sering membutakan kita terhadap fakta bahwa realitas sudah berubah. Seseorang mungkin mendambakan selama 20 tahun untuk menghabiskan masa pensiunnya di suatu lembah yang menyenangkan, suatu kota yang ia kunjungi, dan kemudian menemukan tempat itu telah menjadi suatu kota besar yang sibuk. Dunia berubah lebih cepat daripada kata-kata, namun kita tetap menggunakan kata-kata yang agak usang dan tidak lagi menggambarkan dunia tempat kita tinggal.

Jadi dalam kehidupan manusia, tidak pernah saat yang sama datang dua kali. Pandangan serupa juga dapat diterapkan pada fenomena berikut ini. Ketika Anda menonton sebuah film Titanic misalnya untuk kedua kalinya keesokan harinya pada jam yang sama dan duduk di kursi yang sama sekalipun, maka hakikatnya film itu bukanlah film yang sama, karena film yang Anda tonton untuk kedua kalinya itu adalah film yang pernah Anda tonton sebelumnya, sedangkan film yang Anda tonton pertama kalinya adalah film yang baru sama sekali, sehingga pengaruh tontonan kedua itu bagi Anda pasti berbeda dengan pengaruh tontonan pertama. Begitu jugalah komunikasi; komunikasi terjadi sekali waktu dan kemudian menjadi bagian dari sejarah kita.

Dalam proses komunikasi itu, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal ataupun lewat komunikasi nonverbal. Pernyataan sayang, pujian, ucapan selamat, penyesalan, atau kemarahan akan membuat sikap atau orientasi mitra komunikasi kita berubah terhadap kita, dan pada gilirannya perubahan orientasinya itu membuat orientasi kita juga berubah terhadapnya, dan begitu seterusnya. Menanggapi salah satu elemen komunikasi, misalnya pesan verbal saja dengan mengabaikan semua elemen lainnya, menyalahi gambaran komunikasi yang sebenarnya sebagai proses yang sinambung dan dinamis yang kita sebut transaksi. Transaksi menunjukkan bahwa para peserta komunikasi saling berhubungan, sehingga kita tidak dapat mempertimbangkan salah satu tanpa mempertimbangkan yang lainnya.

Pernyataan bahwa komunikasi telah terjadi sebenarnya bersifat artifisial dalam arti bahwa kita mencoba menangkap suatu gambaran diam (statis) dari proses tersebut dengan maksud untuk menganalisis kerumitan peristiwa tersebut, dengan menonjolkan komponen-komponen atau aspek-aspeknya yang penting. Semua model komunikasi sebenarnya merupakan “pemotretan” atas gambaran diam dari proses tersebut.

Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional  adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekadar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dunia dan perilakunya). Ada orang yang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu, tetapi perubahan akhirnya (secara kumulatif) cukup besar. Namun ada juga orang yang berubah secara tiba-tiba, melalui cuci otak atau konversi agama, misalnya dari seorang nasionalis menjadi komunis, atau dari seorang Hindu menjadi seorang Kristen atau Muslim.

Implisit dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding) kedua proses itu, meskipun secara teoretis dapat dipisahkan, sebenarnya terjadi serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menandai komunikasi sebagai transaksi. Jadi, kita tidak menyandi pesan, lalu menunggu untuk menyandi balik respons orang lain. Kita melakukan dua kegiatan itu pada saat yang (hampir) bersamaan ketika kita berkomunikasi.

Sebetulnya, para peserta komunikasi merupakan sumber informasi, dan masing-masing memberi dan menerima pesan secara serentak. Lebih lanjut lagi, keduanya pada saat yang sama saling mempengaruhi. Katakanlah komunikator 1yang pertama kali menyampaikan pesan dan komunikator 2 merupakan orang pertama yang menerima pesan, tetapi hamapir semua aktivitas komunikasi kita sehari-hari berlangsung spontan dan nyaris tanpa struktur sehingga kedua peran tersebut bertumpang tindih.

Jadi, ketika Anda tiba di kampus atau di kantor, apakah Anda berbicara kepada seseorang ataukah seseorang berbicara kepada Anda? Mungkin Anda sama sekali tidak ingat lagi, sebab siapa pun yang memulai pembicaraan, itu hanyalah masalah kesempatan semata. Pada pokoknya, Anda boleh saja menyebut diri Anda pengirim atau penerima, sebab Anda melakukan keduanya secara serentak. Bersamaan dengan saat Anda berbicara, Anda mengamati perilaku lawan bicara Anda serta bereaksi atas apa yang Anda amati. Hal yang sama terjadi pula pada orang lain ketika ia berinteraksi dengan anda.

Pandangan dinamis dan transaksional memberikan penekanan bahwa Anda mengalami perubahan sebagai hasil terjadinya komunikasi. Pernahkah Anda terlibat dalam perdebatan sengit sehingga semakin keras Anda katakan betapa marahnya Anda, semakin marah pula Anda. Hal sebaliknya dapat pula terjadi. Bila seorang pria mengatakan kepada seorang gadis bahwa ia sangat memperhatikannya, apa yang akan terjadi, bagaimanakah hasilnya? Umumnya, sang pria merasa bertambah dekat pada si gadis, meskipun bisa saja si gadis tidak membalas perhatiannya. Penelitian menunjukkan, bahwa bila Anda berusaha membujuk orang lain, maka seringkali Anda menjadi orang yang paling terbujuk. Alcoholics Anonymous (organisasi penampung pecandu alkohol yang ingin sembuh di Amerika Serikat) telah mempraktikkan prinsip ini selama bertahun-tahun. Orang yang mengangkat suara di tengah suatu pertemuan serta membujuk orang lain agar tidak mabuk, pada saat yang sama berusaha keras untuk membujuk dirinya untuk tidak mabuk. Jadi, perspektif transaksioanl memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi, yaitu serentak dan saling mempengaruhi. Para pesertanya menjadi saling bergantung, dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks peristiwanya. 

No comments:

Post a Comment

Popular Posts