PRINSIP
3:
Dimensi
isi di sandi secara verbal, sementara dimensi hubungan di sandi secara
nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang
dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya
yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan
bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan. Sebagai contoh, kalimat “Aku benci
kamu” yang diucapkan dengan nada menggoda mungkin sekali justru berarti
sebaliknya. Seorang gadis yang mengatakan “Ih jahat kamu” kepada seorang teman
pria nya seraya mencubit sang pemuda, sebenarnya tidak memaksudkan kata jahat
itu dalam arti sebenarnya, melainkan mungkin sebaliknya, sebagai tanda gemas
campur senang kepada sang pemuda. Apa yang Anda pikirkan ketika seorang pemuda
menyapa seorang pemudi dengan pertanyaan “pergi ke Jakarta, Dik?” ketika
keduanya berdekatan duduk dalam kereta api Paarahyangan
dari bandung menuju jakarta. Tentu saja, pria itu bukannya tidak tahu bahwa
kereta api itu menuju jakarta, melainkan bahwa ia ingin berkenalan dengan gadis
yang disapanya atau ingin menunjukkan bahwa ia seorang pemuda yang ramah. Seorang
suami yang menjawab “Bagus” ketika dimintai pendapat oleh istrinya mengenai
baju yang baru saja di beli dan dikenakan istrinya itu, mungkin sekali tidak
mengatakan hal yang sebenarnya, bila sang suami menjawab seraya tetap menonton
televisi atau membaca surat kabar. Kata yang menyenangkan disertai kualitas
suara yang tidak menyenangkan itu
disebut sarkasme, sedangkan kata-kata tidak menyenangkan dengan nada yang
menyenangkan disebut lelucon (joke).
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sma bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara berbeda. Ketika para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) diperiksa di pengadilan. Di jakarta tahun 1997, Prof. Dr .Deliar Noer, seorang saksi ahli, mengemukakan bahwa pertanyaan manifesto politik partai tersebut, meskipun terkesan keras, adalah hal yang biasa atau wajar karena diekspresikan anak-anak muda. Namun rupanya pemerintah dan pengadilan menafsirkannya lain, sehingga para aktivis PRD pun, termasuk pemimpinnya Budiman Sudjatmiko, masuk penjara. Sebenarnya apa yang dikatakan saksi itu adalah hal yang lumrah dan banyak benarnya. Sebagian remaja dan anak-anak sunda kurang terdidik di bandung sering memanggil satu sama lain dengan sebutan “‘njing, maneh geus dahar acan?” (anjing, kamu sudah makan belum?). sebutan anjing itu, meskipun mengesankan kurang berakhlak bagi kaum terdidik atau orang tua, malah ditafsirkan oleh penggunanya sebagai panggilan akrab.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk pada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, bukan hanya bergantung pada isinya, namun juga pada siapa penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya. Pesan yang sama dapat menimbulkan pengaruh berbeda bila disampaikan orang berbeda. Biasanya artikel yang ditulis orang yang sudah dikenal akan dianggap lebih berbobot bila dibandingkan dengan tulisan orang yang belum dikenal. Bisa dimengerti bila redaktur surat kabar atau majalah akan lebih memprioritaskan tulisan orang-orang yang sudah dikenal sebelumnya. Juga bisa dimengerti bila pernyataan seorang tokoh akan dianggap penting, dan karena itu diliput media massa, meskipun pernyataannya bukan hal baru.
Pengaruh pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda. Cerita yang penuh dengan kekerasan dan sensualitas yang disajikan televisi boleh jadi menimbulkan pengaruh yang jauh lebih dekat, misalnya dalam bentuk peniruan oleh anak-anak atau remaja, bila dibandingkan dengan penyajian cerita yang sama lewat majalah atau radio, karena televisi memiliki sifat audio-visual, sedangkan majalah mempunyai sifat visual saja dan radio mempunyai sifat audio saja. Berkenaan dengan ini, tidaklah mengejutkan bila Marshall McLuhan mengatakan the medium is the message, meskipun pernyataan itu terlalu berlebihan (deterministik).
Bahkan ambilan (shot), sudut pengambilan (angle) dan gerakan (motion) kamera televisi juga ternyata menimbulkan pengaruh yang berbeda pada khalayak pemirsa. Misalnya, close up mengesankan keintiman dan untuk menangkap kesan emosional tokoh yang ditayangkan; medium shot menunjukkan hubungan perorangan, kesan objektif, netral dan tidak memihak; full shot berarti hubungan sosial; pan down (kamera diarahkan ke bawah) meremehkan atau mengesankan pihak yang disorot lebih rendah dalam status; pan up (kamera diarahkan ke atas) mengesankan pihak yang disorot lebih berkuasa atau lebih tinggi dalam status; dan zoom in (kamera masuk ke dalam) berarti observasi atau fokus; gerakan kamera yang lambat menimbulkan kesan lembut dan romantis, sedangkan gerakan kamera yang cepat menimbulkan kesan yang dramatis. Pembaca berita di TV tampak berwibawa jika ia ditampilkan dengan wajah penuh dan bahu mengisi seluruh layar. Makannya barulah ketika ia berpaling ke arah orang yang diwawancarai di sampingnya, dilihat lebih jauh yang menandakan penyusutan statusnya untuk sementara.
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sma bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara berbeda. Ketika para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) diperiksa di pengadilan. Di jakarta tahun 1997, Prof. Dr .Deliar Noer, seorang saksi ahli, mengemukakan bahwa pertanyaan manifesto politik partai tersebut, meskipun terkesan keras, adalah hal yang biasa atau wajar karena diekspresikan anak-anak muda. Namun rupanya pemerintah dan pengadilan menafsirkannya lain, sehingga para aktivis PRD pun, termasuk pemimpinnya Budiman Sudjatmiko, masuk penjara. Sebenarnya apa yang dikatakan saksi itu adalah hal yang lumrah dan banyak benarnya. Sebagian remaja dan anak-anak sunda kurang terdidik di bandung sering memanggil satu sama lain dengan sebutan “‘njing, maneh geus dahar acan?” (anjing, kamu sudah makan belum?). sebutan anjing itu, meskipun mengesankan kurang berakhlak bagi kaum terdidik atau orang tua, malah ditafsirkan oleh penggunanya sebagai panggilan akrab.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk pada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, bukan hanya bergantung pada isinya, namun juga pada siapa penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya. Pesan yang sama dapat menimbulkan pengaruh berbeda bila disampaikan orang berbeda. Biasanya artikel yang ditulis orang yang sudah dikenal akan dianggap lebih berbobot bila dibandingkan dengan tulisan orang yang belum dikenal. Bisa dimengerti bila redaktur surat kabar atau majalah akan lebih memprioritaskan tulisan orang-orang yang sudah dikenal sebelumnya. Juga bisa dimengerti bila pernyataan seorang tokoh akan dianggap penting, dan karena itu diliput media massa, meskipun pernyataannya bukan hal baru.
Pengaruh pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda. Cerita yang penuh dengan kekerasan dan sensualitas yang disajikan televisi boleh jadi menimbulkan pengaruh yang jauh lebih dekat, misalnya dalam bentuk peniruan oleh anak-anak atau remaja, bila dibandingkan dengan penyajian cerita yang sama lewat majalah atau radio, karena televisi memiliki sifat audio-visual, sedangkan majalah mempunyai sifat visual saja dan radio mempunyai sifat audio saja. Berkenaan dengan ini, tidaklah mengejutkan bila Marshall McLuhan mengatakan the medium is the message, meskipun pernyataan itu terlalu berlebihan (deterministik).
Bahkan ambilan (shot), sudut pengambilan (angle) dan gerakan (motion) kamera televisi juga ternyata menimbulkan pengaruh yang berbeda pada khalayak pemirsa. Misalnya, close up mengesankan keintiman dan untuk menangkap kesan emosional tokoh yang ditayangkan; medium shot menunjukkan hubungan perorangan, kesan objektif, netral dan tidak memihak; full shot berarti hubungan sosial; pan down (kamera diarahkan ke bawah) meremehkan atau mengesankan pihak yang disorot lebih rendah dalam status; pan up (kamera diarahkan ke atas) mengesankan pihak yang disorot lebih berkuasa atau lebih tinggi dalam status; dan zoom in (kamera masuk ke dalam) berarti observasi atau fokus; gerakan kamera yang lambat menimbulkan kesan lembut dan romantis, sedangkan gerakan kamera yang cepat menimbulkan kesan yang dramatis. Pembaca berita di TV tampak berwibawa jika ia ditampilkan dengan wajah penuh dan bahu mengisi seluruh layar. Makannya barulah ketika ia berpaling ke arah orang yang diwawancarai di sampingnya, dilihat lebih jauh yang menandakan penyusutan statusnya untuk sementara.
No comments:
Post a Comment