Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk
mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain,
untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi
kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog
berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia
yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah,
yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham
Maslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan
fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan-diri, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum kebutuhan sekunder diupayakan. Kita
mungkin sudah mampu memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan untuk bertahan
hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial penghargaan diri, dan aktualisasi
diri. Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk
memperoleh rasa aman lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa
diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat butuhkan
untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau
mempengaruhi orang lain mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah dan
mengambil keputusan, dan tujuan sosial serta hiburan.
Baca Juga: Komunikasi Pernyataan Eksistensi Diri
Komunikasi, dalam konteks apa pun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian: "Mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi dalam dan persepsi luar; ia adalah tempat lahir semua dasarnya; ia adalah tempat transisi bagi persepsi luar dan model perkembangan aktivitas intentional, bagi munculnya kemauan dari kepasifan
Komunikasi, dalam konteks apa pun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian: "Mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi dalam dan persepsi luar; ia adalah tempat lahir semua dasarnya; ia adalah tempat transisi bagi persepsi luar dan model perkembangan aktivitas intentional, bagi munculnya kemauan dari kepasifan
Perilaku komunikasi pertama yang dipelajari manusia
berasal dari sentuhan orang tua sebagai respons atas upaya bayi untuk memenuhi
kebutuhannya. Orang tua menentukan upaya mana yang akan diberi imbalan, dan
anak segera belajar merangsang dorongan itu dengan menciptakan perilaku mulut yang
memuaskan si pembelai. Dengan kata lain si anak membalas belaian orang tuanya.
Anak cepat beradaptasi terhadap ibunya sendiri. Berdasarkan respons anak yang
berulang, sang ibu akhirnya dapat membedakan suara anaknya, apakah sang anak
marah sakit lapar, kesepian, atau sekadar bosan. Pesan-pesan ini sulit dipahami oleh
orang yang bukan ibunya.
Pada tahap itu, komunikasi ibu dan anak masih sederhana.Komunikasi
anak hanya memadai bagi lingkungannya yang terbatas. Pada tahap selanjutnya,
anak memasuki lingkungan yang lebih besar lagi: kerabat, keluarga, kelompok
bermain, komunitas lokal (tetangga), kelompok sekolah, dan seterusnya. Ketika anak
memasuki sekolah, ia harus mengembangkan keterampilan baru untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru dan lebih luas, dan terutama untuk memenuhi kebutuhan
intelektual dan sosialnya. Ketika anak itu dewasa dan mulai memasuki dunia kerja.
Lebih banyak lagi keterampilan komunikasi yang ia butuhkan untuk mempengaruhi atau meyakinkan orang lain, termasuk penguasaan bahasa asing
misalnya, yang kesemuanya itu merupakan sarana untuk mencapai keberhasilan, Ringkasnya,
komunikasi itu penting bagi pertumbuhan sosial, sebagaimana makanan penting
bagi pertumbuhan fisik
Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi
kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna
cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bahkan iri hati, dan
kebencian. Melalui komunikasi kita bangga, dapat mengalami berbagai kualitas
perasaan itu dan membandingkannya antara perasaan yang satu dengan perasaan
lainnya Karena itu tidak mungkin kita dapat mengenal cinta bila tidak mengenal
benci. Kita tidak akan mengenal makna pelecehan bila kita tidak mengenal makna penghormatan.
Lewat umpan balik orang lain kita memperoleh informasi bahwa kita orang yang
sehat secara jasmaniah dan rohaniah, dan bahwa kita orang yang berharga.
Penegasan orang lain atas diri kita membuat kita merasa dan percaya diri.
Pernahkah Anda nyaman dengan diri sendiri memasuki sebuah tempat dan menemukan
bahwa orang-orang yang Anda kenal tidak mempedulikan Anda dan menganggap Anda orang
asing atau tidak ada? Penyangkalan mereka atas eksistensi kita membuat kita
merasa tidak nyaman, bukan?
Baca Juga: Komunikasi Pembentukan konsep Diri
Untuk memperoleh kesehatan emosional, kita harus
memupuk perasaan-perasaan positif dan mencoba menetralisasikan perasaan-perasaan
negatif. Orang yang tidak pernah memperoleh kasih sayang dari orang lain akan
mengalami kesulitan untuk menaruh perasaan itu terhadap orang lain, karena ia
sendiri tidak pernah mengenal dan merasakan perasaan tersebut. Kita hanya bisa mengeksternalisasikan
suatu makna, gagasan, atau perasaan yang internalisasikan dari lingkungan kita.
Begitulah, dalam kehidupan sehari-hari, secara sadar ataupun tidak, kita sering
mengucapkan “Selamat pagi” ”Halo," “Assalamu'alaikum” "Apa
kabar?" menanyakan keadaan keluarga, pekerjaan, mengomentari cuaca, atau menganggukkan
kepala, melambaikan tangan, menepuk bahu, atau bersalaman, untuk setidaknya
mengakui kehadiran orang lain, untuk menunjukkan bahwa kita ramah, dan untuk
menumbuhkan atau memupuk kehangatan dengan orang lain. Komunikasi itulah yang fatik
(phatic communication)
Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi
dilakukan untuk pemenuhan diri, untuk merasa terhibur, nyaman dan tenteram dengan
diri sendiri dan juga orang lain. Dua orang dapat berbicara jam-jam, dengan
topik yang berganti ganti, tanpa mencapai tujuan yang pasti. Pesan-pesan yang
mereka per tukarkan mungkin hal-hal yang remeh, namun pembicaraan itu membuat
keduanya merasa senang. Para psikolog menunjukkan kepada kita bahwa bnyak
perilaku manusia itu dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga keseimbangan emosional
atau mengurangi ketegangan internal dan rasa frustrasi. Kita bisa memahami
mengapa seseorang yang mengemukakan persoalan pribadinya kepada orang lain yang
dipercayainya merasa beban emosional nya berkurang. Komunikasi fatik semacam
ini dapat sekaligus berfungsi sebagai mekanisme menunjukkan ikatan sosial
dengan orang yang bersangkutan apakah sebagai sahabat, teman sejawat, kerabat,
mantan dosen, dan sebagainya. Sapaan "Hei, ke mana saja kamu selama
ini?" terhadap orang yang lama tidak kita jumpai menyenangkan diri-sendiri
dan orang yang kita sapa serta sekaligus menunjukkan bahwa kita punya ikatan sosial
tertentu dengan orang itu
Bila seseorang bertanya, "Apa kabar?" atau
"Bagaimana keadaan Anda?" kepada kita, kita tidak menjawabnya seperti
kalau kita ditanya seorang dokter. Hampir otomatis, jawaban kita adalah
"Baik.” Bila jawaban yang kita berikan adalah jawaban yang sesungguhnya, kita
mungkin akan dianggap orang aneh, tidak tahu sopan santun atau ingin bergurau,
seperti jawaban, "Aduh, saya lagi pusing (atau sakit koreng, ambeien, jantung, dan sebagainya) nih," "Saya lagi bokek," atau "Dibandingkan dengan siapa? Dengan Anda atau istri saya”
Sering kita bertanya kepada seseorang, untuk sekadar
mengakui kehadirannya, bukan untuk mengetahui jawabannya. (“Udah tananya!").
Misalnya, sapaan "Sekolah, Dik?" kepada seorang pelajar putri
berseragam abu-abu yang pagi-pagi bergegas di jalan, atau “Dari pasar,
Bu?" kepada seorang tetangga yang baru turun dari becak yang membawa sayur-sayuran.
Di kalangan orang Melayu Riau, di Pekanbaru khususnya, orang biasa menjawab,
"Tak ade” untuk sapaan-sapaan
seperti, "Ke mana?" "Kerja apa sekarang” “Banyak dapat
ikan?" Jawaban itu bukan berarti bohong atau nol melainkan kebiasaan untuk
tidak menonjolkan diri dan untuk menjaga harmoni
Dalam komunikasi fatik, pokok pembicaraan atau
kata-kata tidaklah penting, seperti yang dilukiskan pengalaman nyata seorang
pebisnis Amerika yang berkunjung ke Eropa untuk pertama kalinya. Pria Amerika ini sedang makan siang, dan duduk di
dekat seorang pria Prancis. Tidak seorang pun bisa berbicara bahasa “teman"
makannya, namun keduanya saling menyapa dengan senyum. Ketika pelayan
menyuguhkan minuman anggur (wine) pria
Prancis mengangkat gelasnya dan berkata, "Bon appetit!” Pria Amerika
tidak mengerti ucapan itu dan menjawab "Ginzberg." Tidak ada kata
lain yang mereka ucapkan saat itu. Malam itu, dalam acara makan malam, keduanya
bertemu lagi dan duduk di meja yang sama. Sekali lagi pria Prancis menyapa pria Amerika dengan ucapan "Bon appetit!" ketika ia mengangkat gelas
yang berisi wine. Lagi pria Amerika
itu menjawab, "Ginzberg." Pelayan memperhatikan pertukaran sapaan
yang ganjil ini, dan setelah makan malam, mengajak pria Amerika itu meminggir
untuk menjelaskan bahwa pria Prancis itu bukan memberitahukan namanya,
melainkan mengucapkan selamat makan. Hari berikutnya pria Amerika itu sengaja
makan siang bersama pria Prancis itu lagi agar ia dapat memperbaiki kekeliruannya.
Pria Amerika berinisiatif mengangkat gelas minuman dan berkata, "Bon appetit!”
yang di jawab oleh pria Prancis dengan bangga “Ginzberg”
Melalui komunikasi dengan orang lain, kita dapat kebutuhan
emosional dan intelektual kita, dengan memupuk hubungan yang hangat dengan
orang-orang di sekitar kita. Tanpa pengasuhan dan pendidikan yang wajar, manusia
akan mengalami kemerosotan emosional dan intelektual. Kebutuhan emosional dan
intelektual itu kita peroleh pertama-tama dari keluarga kita, lalu dari
orang-orang dekat di sekeliling kita seperti kerabat dan kawan-kawan sebaya dan
barulah dari masyarakat umumnya, termasuk sekolah dan media seperti kabar dan
televisi. Khususnya dalam lingkungan keluarga, kebutuhan biologis, emosional
dan intelektual anak bisa dipenuhi dengan tindakan anggota keluarga lainnya,
terutama orang tua. Pada gilirannya kebutuhan suatu keluarga juga akan dipenuhi
oleh pihak lainnya, dan kebutuhan mereka bersama-sama sebagai suatu komunitas juga
akan dipenuhi oleh komunitas lainnya begitulah seterusnya. Semua kerja sama
untuk mencapai kesejahteraan itu pertama-tama dan terutama dilakukan lewat
komunikasi
Orang yang tidak memperoleh kasih sayang dan
kehangatan orang-orang di sekelilingnya cenderung agresif. Pada giliran agresivitas
ini melahirkan kekerasan terhadap orang lain seperti ditunjukkan berbagai
penelitian. Misalnya, Philip zimbardo melakukan penelitian ekstensif di Amerika
Serikat tentang hubungan antara anonimitas (keterasingan) dan agresi (kekerasan).
Ia dan kawan-kawannya meninggalkan sebuah mobil tanpa pelat nomor dan tanpa kap
di sebuah jalan di Palo Alto, Califormia, juga meninggalkan mobil serupa di
sebuah jalan di daerah Bronx, New York, yang penduduknya tidak saling mengenal dan terasing antara satu
dengan lainnya. Dalam dua kasus itu masing-masing mobil berwarna putih dan
ditempatkan di daerah kelas engah dekat sebuah universitas besar
Di Palo Alto mobil tersebut tidak dijamah siapa pun
selama seminggu lebih, kecuali seseorang yang lewat merendahkan kap mobil agar
mesin mobil tidak basah. Di Bronx dalam beberapa jam saja dan pada siang hari
bolong orang-orang dewasa dan anak-anak muda mempreteli onderdil mobil yang
masih bisa dipakai dan dijual. Tidak ada orang yang mempedulikan perilaku
mereka. Berikutnya, anak-anak memecahkan kaca depan dan kaca belakang mobil,
lalu orang-orang dewasa menghantam mobil itu dengan batu, pipa dan palu. Dalam
waktu kurang dari tiga hari mobil itu menjadi barang rongsokan yang hancur
tanpa bentuk. Kejadian itu menunjukkan betapa keterasingan yang dialami seseorang
cenderung membuatnya berperilaku agresif, dan bahkan brutal.
Lebih jauh lagi, komunikasi juga telah dihubungkan
bukan hanya dengan kesehatan psikis, tetapi juga kesehatan fisik. Seperti ditunjukkan
Sommers berdasarkan berbagai sumber yang diperolehnya, orang-orang yang memperoleh
dukungan sosial yang tinggi mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk terserang
penyakit jantung, kanker, kemangkiran, dan dirawat di rumah sakit
Sebaliknya, marginalities sosial berkaitan dengan kemungkinan lebih tinggi
terkena penyakit jantung, kanker, depresi, darah tinggi, arthritis, schizophrenia,
tuberculosis, dan kematian. Suatu atas
2320 pria yang selamat dari penyakit infark jantung (myocardial infaretion) menemukan
bahwa orang-orang yang terisolasi secara sosial dan menderita stres tinggi
menunjukkan tingkat kematian empat kali lebih tinggi yang tidak dapat dijelaskan
oleh faktor risiko fisik dan akses terhadap perawatan medis
Penelitian selama lebih dari 10 tahun secara ajeg
menunjukkan hubungan yang erat antara stres dan penyakit akut. Terdapat cukup
data yang secara jelas menghubungkan ciri-ciri kepribadian sebagai faktor
risiko yang menimbulkan penyakit kanker dan penyakit jantung. Orang yang lebih
mandiri, kalem dalam menghadapi stres dan mengambil keputusan seraya tetap optimistic,
mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk terkena kanker dan penyakit jantung.
Orang yang menekan emosinya dan merasa tak berdaya dalam menghadapi stres lebih
rentan terhadap kanker, sedangkan orang agresif dan bereaksi terhadap stres
dengan respons emosional yang berlebihan lebih mungkin terkena penyakit jantung
Sommer juga mengemukakan, terdapat hubungan antara sistem
saraf pusat dan sistem kekebalan. Itu terjadi via sistem saraf otonomik dan
sistem peredaran darah. Penjelasannya cukup rumit. Akan tetapi, cukuplah dikatakan bahwa stres
psikologis yang kronis mempunyai efek yang merugikan fungsi kekebalan sementara
intervensi psikologi seperti tertawa, relaksasi dan meditasi, serta olahraga yang
cukup mempunyai efek positif terhadap fungsi kekebalan. New England Journal of Medicine melaporkan tahun
1991 bahwa stres psikologis berkaitan dengan peningkatan risiko terkena pilek
akut yang disebabkan lima yang berbeda
Stewart menunjukkan bahwa orang yang terkucil secara
sosial cenderung lebih cepat mati. Selain itu, kemampuan berkomunikasi yang
buruk ternyata mempunyai andil dalam penyakit jantung koroner, dan kemungkinan
terjadinya kematian naik pada orang yang ditinggalkan mati oleh pasangan
hidupnya. Surat kabar The Age (24
Desember 1998) dengan judul "Get A
Wife for a Longer Life" menunjukkan, di Australia ternyata pria maupun
wanita yang menikah hidup lebih lama daripada yang tidak menikah atau yang bercerai.
Namun kaum pria lebih "diuntungkan" karena pria berusia 20-69 tahun
yang tidak menikah angka kematiannya dua sampai empat kali lebih banyak
daripada pria yang menikah
Jauh sebelum itu, Kaisar Frederick II, penguasa Romawi
abad ke-13, membuat percobaan dengan memasukkan sejumlah bayi ke laboratorium,
Anak-anak itu dimandikan dan disusui oleh ibu-ibu namun bayi-bayi itu tidak
diajak berbicara. la ingin mengetahui apakah bayi-bayi itu akan berbicara dalam
bahasa Hebrew, atau Yunani, atau Latin, atau Arab, atau bahasa orang tua yang telah melahirkan
mereka. Upaya tersebut sia-sia karena semua bayi itu. Mereka tak dapat hidup
tanpa belaian, wajah riang, dan kata-kata sayang ibu angkat mereka."
Pada
tahun 1945 Rene Spitz melaporkan hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa kesehatan bayi-bayi yang jarang memperoleh belaian manusia akan mengalami
kemerosotan dan menderita penyakit yang mengancam jiwa mereka. Tahun 1957 JD.
French melaporkan temuan penelitian yang menunjukkan bahwa kelangkaan
rangsangan emosional dan sensoris menimbulkan kemunduran pada struktur otak
manusia, yang pada gilirannya mengakibatkan kekurangan gizi, dan akhirnya dapat
berujung pada kematian. Sementara itu, Eric Berne mengembangkan suatu teori
hubungan sosial yang ia sebut Transactional
Analysis (1961). Teorinya berdasarkan hasil penelitian mengenai
keterlantaran indrawi (sensory deprivation)
yang menunjukkan bahwa bayi-bayi yang kekurangan belaian dan hubungan manusiawi
yang normal menunjukkan tanda-tanda kemerosotan fisik dan mental yang bisa berakibat
fatal. Ia menyimpulkan bahwa sentuhan emosional dan indrawi itu penting bagi kelangsungan hidup manusia. Ia menyimpulkan teorinya
dengan ungkapan bahwa “If you are not
stroked your spinal cord will shrivel up” (Jika engkau tidak mendapatkan belaian,
urat saraf tulang belakangmu akan layu)
Menurut Berne dalam bukunya Games People Play (1964), belaian (stroke) adalah istilah umum untuk kontak fisik intim yang praktiknya
dapat mengambil berbagai bentuk. Sebagian orang secara harfiah membelai seorang
bayi; sebagian lagi memeluknya atau menepuknya, sementara lainnya lagi
mencubitnya atau menyentuhnya dengan ujung jari. Menurut Berne, dalam arti
luas, belaian mengisyaratkan pengakuan atas kehadiran orang lain. Karena itu belaian dapat
digunakan sebagai unit dasar tindakan sosial.
Kaitan erat antara komunikasi yang manusiawi (tulus,
hangat dan akrab) dengan harapan hidup di per teguh oleh penelitian mutakhir
yang dilakukan Michael Babyak dari Universitas Duke, dan beberapa kawannya dari
beberapa universitas lain di Amerika Melalui penelitian yang mengambil 750
orang kulit putih dari kelas menengah sebagai sampel, dan memakan waktu 22
tahun Babyak dan rekan-rekannya menemukan bahwa orang-orang yang memusuhi orang
lain, mendominasi pembicaraan, dan tidak suka berteman, berpeluang 60% lebih tinggi
menemui kematian pada usia dini dibandingkan dengan orang-orang yang
berperilaku sebaliknya ramah, suka berteman, dan berbicara tenang. Sebuah tim peneliti
lain di rumah sakit Lehigh Valley Pennsylvania, Amerika Serikat menemukan bahwa
orang yang gampang marah, menyimpan perasaan bermusuhan, suka bersikap sinis,
agresif berkaitan erat dengan peningkatan kematian akibat penyakit infark
jantung
Tidak sulit menduga bahwa watak tertentu menimbulkan
respons tubuh tertentu pula. Misalnya kita bisa melihat reaksi tubuh bagian luar
orang yang sedang marah: muka merah, mata melotot dan berwarna merah, tubuh
gemetar, berkeringat, dan sebagainya. Dalam konteks ini, Babyak dan kawan-kawannya
menduga bahwa orang-orang dari golongan pertama tadi secara kronis lebih cepat
dibangkitkan dan terkena stres. Hal itu membuat mereka menghasilkan lebih
banyak hormon stres yang merugikan dan lebih berisiko terkena penyakit jantung.
Semua hasil penelitian di atas sebenarnya memperkuat ucapan Nabi Muhammad SAW
sang ilmuwan sejati 14 abad yang lalu, bahwa silaturahmi memperpanjang usia dan
memperluas rezeki.
No comments:
Post a Comment