Erat
kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi
ritual, yang biasanya dilakukan secara
kolektif. Suatu komunitas sering
melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog
sebagai rites of passage, mulai dari
upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan (melamar tukar cincin), siraman,
pernikahan (ijab kabul, sungkem kepada
orang tua, sawer,
dan sebagainya), ulang tahun perkawinan, hingga
upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau
menampilkan perilaku perilaku simbolik. Ritus-ritus
lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk
menyanyikan lagu kebangsaan), upacara
wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri)
atau Natal, juga adalah komunikasi
ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam
bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas,
sukubangsa, negara, ideologi atau agama mereka
Salat
kaum Muslim yang mengarah ke Ka'bah melambangkan kesatuan dan persatuan umat Muslim yang ber-Tuhan
satu (Allah). Dalam upacara haji,
pakaian ihram berwarna putih dan tidak dijahit
yang dikenakan jamaah pria melambangkan
kesederajatan seluruh umat manusia,
sedangkan jumrah (melempar pilar
dengan sejumlah kerikil di Mina)
melambangkan pengusiran setan yang dilakukan
Nabi Ibrahim dulu dengan melempar setan itu (yang kini dilambangkan pilar) dengan kerikil. Orang-orang
Katolik memakan roti dan meminum anggur
yang melambangkan daging dan darah
Yesus dalam misa mereka untuk juga secara
simbol turut merasakan penderitaan Sang
Juru Selamat. Pada Pekan Suci Perayaan Paskah secara Katolik di Vatikan,
(mendiang) Paus Yohannes Paulus II
lazim membasuh dan mencium kaki seorang pastor,
satu di antara kedua belas Pastor terpilih. Ciuman Paus itu merupakan tradisi setiap Kamis Putih, satu dari
empat hari utama Perayaan Paskah untuk
memperingati perjamuan terakhir Yesus dengan
kedua belas muridnya sebelum ia mati disalib. Di Indonesia, beberapa organisasi
keagamaan (islam) atau partai politik
mengadakan acara istighosah untuk mendoakan
agar pemimpin mereka menjadi pemimpin
bangsa, agar para pemimpin diberi petunjuk,
atau agar bangsa indonesia terhindar
dari bencana nasional.
Baca juga: FUNGSI KOMUNIKASI SOSIAL
Fungsi
ritual juga tampak dalam acara pelamaran yang dilakukan
keluarga calon mempelai pria kepada keluarga calon mempelai wanita. Wakil keluarga pria meminta
kesediaan dari keluarga calon mempelai
wanita agar putri mereka dijadikan istri calon
mempelai pria, dan keluarga calon mempelai wanita kemudian memenuhi permintaan
itu. Dan kita tahu peristiwa itu hanya sekadar “sandiwara,” karena sebenarnya sebelum
pelamar itu berlangsung, kedua keluarga
sudah sepakat akan rencana menempuh
hidup baru. Dalam upacara anak-anak
mereka untuk perkawinan adat Sunda, adegan pengantin wanita membersihkan
kaki pengantin pria setelah pengantin pria
menginjak telor mentah melambangkan
kesetiaan dan pengabdian istri kepada suami, dan kesediaan untuk memperoleh bimbingannya, sementara huap lingkung (saling menyuapi makanan, biasanya daging ayam)
melambangkan bahwa suami-istri harus harmonis
saling membutuhkan, saling memberi dan
menerima, dan saling menyayangi.
Komunikasi
ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang. Orang menziarahi makam
Nabi Muhammad, bahkan menangis di dekatnya,
untuk menunjukkan kecintaan nya
kepadanya. Para siswa yang menjadi pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) mencium bendera merah putih, sering dengan berlinang airmata, dalam
pelantikan mereka untuk menunjukkan
rasa cinta mereka kepada nusa dan bangsa terlepas
dari apakah kita setuju terhadap perilaku mereka atau
Sebagian
respons kita terhadap ( lambang) cinta, keluarga negara, dan agama untuk menyebut beberapa hal saja
yang terpenting dalam kehidupan kita
mungkin tidak kita sadari. Respons manusia dalam
menanggapi lambang-lambang ini tidak bersifat ekstrem dan tidak masuk akal bagi
kebanyakan orang, misalnya sepasang
kekasih yang sama-sama bunuh diri karena hubungan mereka tidak direstui salah satu atau kedua pihak
orang tua, atau individu yang melakukan
pemboman bunuh diri untuk membunuh seseorang
atau sekelompok orang tertentu yang mereka anggap musuh. Hal ini misalnya sering dilakukan orang Palestina
terhadap
orang Israel. Bunuh diri ala Jepang (harakiri) bahkan merupakan upacara yang lebih terencana lagi. Tradisi merobek perut sendiri dengan senjata tajam ini dulu dilakukan kaum Samurai Jepang atau berdasarkan keputusan pengadilan sebagai pengganti hukuman mati. Beberapa pejabat atau tokoh Jepang masa kini yang melakukan kesalahan mengikuti jejak kaum samurai tersebut untuk menebus rasa bersalah mereka dan untuk menunjukkan tanggung jawab mereka atas kesalahan yang dilakukannya atau bawahannya.
orang Israel. Bunuh diri ala Jepang (harakiri) bahkan merupakan upacara yang lebih terencana lagi. Tradisi merobek perut sendiri dengan senjata tajam ini dulu dilakukan kaum Samurai Jepang atau berdasarkan keputusan pengadilan sebagai pengganti hukuman mati. Beberapa pejabat atau tokoh Jepang masa kini yang melakukan kesalahan mengikuti jejak kaum samurai tersebut untuk menebus rasa bersalah mereka dan untuk menunjukkan tanggung jawab mereka atas kesalahan yang dilakukannya atau bawahannya.
Ritual
sering merupakan peristiwa sederhana. Misalnya seorang
"Bu, saya pergi," sebelum ia pergi
kuliah sambil menyalami atau mencium
tangan orang tuanya. Seseorang mengucapkan
selamat pagi kepada atasannya setiap ia masuk kantor atau seseorang mengucapkan selamat tinggal melambaikan
tangan ketika ia berpisah dengan orang yang
dicintainya di bandar udara. Ritual-ritual kecil itu berfungsi sebagai perekat
hubungan antarpribadi.
Baca Juga: FUNGSI KOMUNIKASI EKSPRESIF
Seseorang
yang memasuki kelompok baru sering harus menjalani upacara untuk secara resmi
diterima
kelompok tersebut mulai dari mahasiswa yang harus menjalani
perpeloncoan hingga pria dewasa yang
memasuki mafia kejahatan. Inisiasi ini
misalnya dijalani Joseph M. Valachi,
tersangka pembunuh berusia 60 tahun yang
dengan tenang menceritakan sejarah dan metode kejahatan organisasi yang dimasukinya, Cosa Nostra, seperti
yang dilaporkan.
New York Times:
Menurut Valachi, ia dibawa ke dalam sebuah ruangan yang besar, di mana terdapat 30 atau 35 lelaki duduk di tepi sebuah meja panjang “Terdapat sepucuk pistol dan sebilah pisau di atas meja” Valachi bersaksi. “Saya duduk di ujung. Mereka mendudukkan saya di sebelah Maranzaro. Saya mengulagi beberapa kata dalam bahasa Sicilia yang diucapkannya” “Kamu hidup dengan sepucuk pistol dan sebilah pisau di atas meja” Valachi berkata bahwa Maranzaro memberinya selembar kertas dan membakarnya sementara ia memegangnya dengan tangannya. “Saya mengulangi dalam bahasa Sicilia. ‘Inilah cara saya terbakar bila saya mengkhianati organisasi’” Valachi kemudian menceritakan, para pria di tepi meja itu menghasilkan sebuah nomor dengan menjumlahkan jari jemari yang diacungkan setiap orang antara satu hingga lima jari. Jumlah total itulah yang diambil. Dimulai dengan Maranzaro jumlah itu kemudian dihitung. Orang yang sesuai dengan nomor akhir itulah yang ditunjuk menjadi Godfather-nya Valachi dalam keluarga. Menurut Valachi, undian itu jatuh pada Bonanno Valachi kemudian berkata bahwa jarinya ditusuk jarum yang dipegang Bonanno untuk menunjukkan bahwa ia "sedarah" dengan Bonanno. Setelah itu, lanjut Valachi, semua yang hadir berpegangan tangan sebagai tanda ikatan kepada organisasi. Valachi berkata dua ia diberi aturan dalam organisasi malam itu satu mengenai kepatuhan kepada organisasi dan satu nya lagi janji untuk tidak memiliki istri, saudara perempuan atau putri anggota lain. Untuk pertama kalinya, ia berwajah cemberut. “Inilah hal terburuk yang dapat saya lakukan, menceritakan upacara itu,” kata nya. “Inilah ajal saya, menceritakannya pada kalian dan pers”
New York Times:
Menurut Valachi, ia dibawa ke dalam sebuah ruangan yang besar, di mana terdapat 30 atau 35 lelaki duduk di tepi sebuah meja panjang “Terdapat sepucuk pistol dan sebilah pisau di atas meja” Valachi bersaksi. “Saya duduk di ujung. Mereka mendudukkan saya di sebelah Maranzaro. Saya mengulagi beberapa kata dalam bahasa Sicilia yang diucapkannya” “Kamu hidup dengan sepucuk pistol dan sebilah pisau di atas meja” Valachi berkata bahwa Maranzaro memberinya selembar kertas dan membakarnya sementara ia memegangnya dengan tangannya. “Saya mengulangi dalam bahasa Sicilia. ‘Inilah cara saya terbakar bila saya mengkhianati organisasi’” Valachi kemudian menceritakan, para pria di tepi meja itu menghasilkan sebuah nomor dengan menjumlahkan jari jemari yang diacungkan setiap orang antara satu hingga lima jari. Jumlah total itulah yang diambil. Dimulai dengan Maranzaro jumlah itu kemudian dihitung. Orang yang sesuai dengan nomor akhir itulah yang ditunjuk menjadi Godfather-nya Valachi dalam keluarga. Menurut Valachi, undian itu jatuh pada Bonanno Valachi kemudian berkata bahwa jarinya ditusuk jarum yang dipegang Bonanno untuk menunjukkan bahwa ia "sedarah" dengan Bonanno. Setelah itu, lanjut Valachi, semua yang hadir berpegangan tangan sebagai tanda ikatan kepada organisasi. Valachi berkata dua ia diberi aturan dalam organisasi malam itu satu mengenai kepatuhan kepada organisasi dan satu nya lagi janji untuk tidak memiliki istri, saudara perempuan atau putri anggota lain. Untuk pertama kalinya, ia berwajah cemberut. “Inilah hal terburuk yang dapat saya lakukan, menceritakan upacara itu,” kata nya. “Inilah ajal saya, menceritakannya pada kalian dan pers”
Kegiatan
ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi
perekat bagi kepaduan sebagai pengabdian kepada kelompok. Ritual menciptakan
perasaan tertib (a sense of order) dalam dunia yang tanpanya kacaubalau. Ritual memberikan rasa nyaman akan
keteramalan (sense of predictability). Bila ritual tidak dilakukan orang menjadi bingung, misalnya bila dua orang bertemu pada hari lebaran dan orang pertama mengulurkan sedangkan orang kedua sekadar
memandangnya, kebingungan dan ketegangan muncul. Bukankah subtansi kegiatan
ritual itu sendiri yang terpenting, melainkan perasaan senasib sepenanggungan
yang menyertainya, perasaan bahwa kita terkait oleh sesuatu yang lebih besar
dari pada diri kita sendiri, yang bersifat “abadi” dan bahwa kita diakui dan
diterima dalam kelompok (agama, ethnic, sosial) kita. Maka di penghujung abad ke-20 saya menyaksikan
seorang pemuda sarjana ekonomi dari suatu keluarga kelas menengah di Bandung, menangis tersedu-sedu ketika ia dicucuri
air yang dihiasi dengan berbagai macam
bunga oleh para tetua nya dalam acara siraman di teras rumahnya, dua hari sebelum
hari pernikahannya, sementara seorang pria di ruang tamu menyenandungkan berbagai nasihat, dan mengingatkan sang
pemuda akan masa kecilnya, diiringi
lantunan musik Sunda kecapi suling yang menyayat
hati.
Baca Juga: FUNGSI-FUNGSI KOMUNIKASI
Kita
memang bukan makhluk rasional semata-mata. Bila segala
kegiatan manusia harus rasional, mengapa kita
harus melakukan upacara pernikahan atau
upacara pemakaman? Bukankah upacara-upacara
itu sia-sia saja, dan mubazir? Bukankah upacara pernikahan cukup diganti dengan janji atau kesepakatan antara
kedua orang calon suami-istri itu, yang
dicatat pada selembar kertas atau direkam dalam suatu kaset? Mengapa orang yang meninggal tidak segera saja dikuburkan? Mengapa si mayat harus dibersihkan dan
didandani terlebih dulu? Mengapa harus ada
ritual lagi pada saat pemakaman. Agama
tentu saja dapat memberikan penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan itu. Akan tetapi, selain mengandung makna
keagamaan, upacara-upacara itu, upacara
pemakaman misalnya, menegaskan kembali
tempat manusia dalam masyarakat, keluarga, persahabatan, dan dalam cinta. Hal itu juga menegaskan kembali
jati dirinya, kekhususan hidupnya,
kesenjangan yang ia tinggalkan dalam kehidupan
orang lain. Seorang manusia bukan seperangkat mesin dan tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh orang
lain; setiap manusia itu unik dan keunikan
nya juga diperingati kembali. Masyarakat
menyatakan kepeduliannya kepada setiap anggotanya dan para penerusnya lewat upacara pemakaman.
Masyarakat menegaskan kematian seorang
manusia dan kesinambungan nya, dalam
memori dan pengaruh, dalam keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan masyarakatnya sendiri. Oleh karena itu,
beralasan bila dalam Hamlet,
karya sastra Shakespeare yang legendaris itu, penutupnya bukanlah kematian sang pangeran, melainkan pemakaman
ketentaraan yang simbolik dan orasi yang disampaikan penerus Hamlet. Fortinbras. Makna hidup Hamlet dikemukakan dan
kebajikan-kebajikannya dipuji. Ia bukan hanya seorang pangeran, namun pangeran
yang satu
ini, dan kematiannya membuat
negerinya kehilangan dia. Dalam
masyarakat kita pun, lazimnya hanya kebaikan-kebaikan si mati yang dikemukakan ketika ia dimakamkan,
meskipun selama hidupnya ia koruptor besar dan penindas rakyat. Ia
bahkan dimakamkan di taman makam pahlawan,
dibuatkan patungnya, dan diabadikan
namanya menjadi nama gedung atau nama jalan.
Arti pentingnya komunikasi ritual juga tampak pada iklan-iklan untuk menyampaikan duka cita atas kematian seseorang yang dihormati atau untuk mengenang seseorang tercinta yang telah meninggal dunia bertahun-tahun lalu, yang memberikan imbalan setimpal kepada si pemasang iklan, meskipun si pemasang iklan harus merogoh kocek nya ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Teks dari suatu iklan keluarga yang dimuat suatu surat kabar nasional berbunyi seperti berikut ini: “Dua tahun sudah engkau meninggalkan kami. Kesakitan dan penderitaan telah engkau tinggalkan Kerjamu telah selesai dan engkau telah kembali kepada Bapa di surga. Namun kenangan indah tentang dirimu tetap hidup dalam kenangan kami selamanya.”
Arti pentingnya komunikasi ritual juga tampak pada iklan-iklan untuk menyampaikan duka cita atas kematian seseorang yang dihormati atau untuk mengenang seseorang tercinta yang telah meninggal dunia bertahun-tahun lalu, yang memberikan imbalan setimpal kepada si pemasang iklan, meskipun si pemasang iklan harus merogoh kocek nya ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Teks dari suatu iklan keluarga yang dimuat suatu surat kabar nasional berbunyi seperti berikut ini: “Dua tahun sudah engkau meninggalkan kami. Kesakitan dan penderitaan telah engkau tinggalkan Kerjamu telah selesai dan engkau telah kembali kepada Bapa di surga. Namun kenangan indah tentang dirimu tetap hidup dalam kenangan kami selamanya.”
Komunikasi ritual ini kadang-kadang bersifat mistik, dan mungkin sulit dipahami orang-orang di luar komunitas tersebut. Suku Aborigin, penduduk asli Australia yang mata pencaharian tradisionalnya adalah berburu dan mengumpulkan makanan, melakukan upacara tahunan untuk memperoleh peningkatan rezeki. Upacara ini dimaksudkan untuk menghormati tanaman dan hewan yang juga berbagi tanah air. Menurut kepercayaan mereka, upacara itu penting dilaksanakan untuk menjamin kelestarian tanaman dan hewan yang menentukan kelangsungan hidup manusia. Contoh lain, para penguasa despotik yang memerintah bangsa Aztec, melakukan upacara mistik yang bahkan meminta pengorbanan manusia, untuk memperoleh kekuasaan mereka.
Hingga kapan pun ritual tampaknya akan tetap menjadi kebutuhan manusia,
meskipun bentuknya berubah-ubah demi
pemenuhan jati dirinya sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial, dan sebagai salah satu unsur dari alam
semesta. Salah satu ritual modern adalah olah raga." Sebagaimana
dikemukakan Michael Novak dalam bukunya The Joy of Sports (1976), olah raga, khususnya kompetisi tingkat dunia, mirip dengan
upacara keagamaan. Peristiwa itu mencakup tata cara yang hampir dianggap suci dan harus dipatuhi. Di samping itu, peristiwa
itu juga menggunakan lambang-lambang seperti bendera, lagu kebangsaan. kostum, tempat-tempat “suci” yang dikhususkan
bagi pemain, pelatih, penonton, juga
batasan waktu, dan sebagainya.