PRINSIP
10
Seperti
juga waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai
akhir, melainkan merupakan proses yang sinambung (continuous). Bahkan kejadian yang sangat sederhana pun, seperti “Tolong
ambilkan garam” melibatkan rangkaian kejadian yang rumit bila pendengar
memenuhi permintaan tersebut. Untuk lebih memudahkan pengertian, kita dapat
mengatakan bahwa peristiwa itu dimulai ketika orang A meminta garam dan
berakhir ketika orang B memberikan garam itu. Namun kita tidak dapat mengukur
peristiwa itu hanya berdasarkan apa yang terjadi antara permintaan akan garam
dan pemberian garam itu. Baik A atau B telah merujuk pada pengalaman masa lalu
mereka untuk merumuskan dan menafsirkan pesan serta menanggapinya secara layak.
Contoh
lain, perhatikan seseoang yang menyampaikan pidato. Apakah komunikasinya
terjadi saat pembicara berdiri di belakang podium? Ketika ia memasuki ruangan? Atau
ketika ia menulis pembicaraannya? Dan kapan komunikasi itu berakhir? Kecuali bila
khalayak melupakan pesan si pembicara begitu pembicara selesai dengan
pidatonya, khalayak boleh jadi terus memberi makna terhadap pidatonya
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Dapatkah kita mengatakan bahwa
komunikasi berhenti pada saat pembicara juga berhenti berpidato?
Komunikasi
sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Heraclitus enam abad
sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai yang
sama dua kali” pada saat yang kedua itu, manusia itu berbeda, dan begitu juga
sungainya. Ketika kita menyeberangi sungai untuk kedua kali, ketiga kali dan
seterusnya pada hari yang lain, maka sesungguhnya penyeberangan itu bukanlah
fenomena yang sama. Kita sendiri sudah berubah, dari segi usia lebih tua, dari
pengalaman juga lebih meningkat, sungai itu pun sudah berubah. Air yang kita
seberangi pun sudah mengalir entah ke mana. George Bernard Shaw berkata “saru-satunya
orang yang perilakunya waras adalah
penjahit ku: ia melakukan pengukuran yang baru setiap kami bertemu, sementara
orang lain mengukur ku dengan pengukur lama dan mengharapkan pengukuran lama
itu sesuai untukku “T.S. Eliot dalam The
Cocktail Party menulis, “apa yang kita ketahui mengenai orang lain hanyalah
memori kita mengenai saat-saat kita mengenalnya. Dan orang itu telah berubah
sejak itu. Pada setiap pertemuan kita bertemu dengan orang asing.” Kota-kota
dan orang-orang berubah, meskipun kata-kata (nama-nama) yang kita gunakan untuk
merujuk pada mereka biasanya tetap sama. Fakta bahwa kata-kata tidak berubah
dalam perjalanan waktu sering membutakan kita terhadap fakta bahwa realitas sudah
berubah. Seseorang mungkin mendambakan selama 20 tahun untuk menghabiskan masa
pensiunnya di suatu lembah yang menyenangkan, suatu kota yang ia kunjungi, dan
kemudian menemukan tempat itu telah menjadi suatu kota besar yang sibuk. Dunia berubah
lebih cepat daripada kata-kata, namun kita tetap menggunakan kata-kata yang
agak usang dan tidak lagi menggambarkan dunia tempat kita tinggal.
Jadi
dalam kehidupan manusia, tidak pernah saat yang sama datang dua kali. Pandangan
serupa juga dapat diterapkan pada fenomena berikut ini. Ketika Anda menonton
sebuah film Titanic misalnya untuk
kedua kalinya keesokan harinya pada jam yang sama dan duduk di kursi yang sama
sekalipun, maka hakikatnya film itu bukanlah film yang sama, karena film yang
Anda tonton untuk kedua kalinya itu adalah film yang pernah Anda tonton
sebelumnya, sedangkan film yang Anda tonton pertama kalinya adalah film yang
baru sama sekali, sehingga pengaruh tontonan kedua itu bagi Anda pasti berbeda
dengan pengaruh tontonan pertama. Begitu jugalah komunikasi; komunikasi terjadi
sekali waktu dan kemudian menjadi bagian dari sejarah kita.
Dalam
proses komunikasi itu, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa
kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal ataupun lewat komunikasi
nonverbal. Pernyataan sayang, pujian, ucapan selamat, penyesalan, atau
kemarahan akan membuat sikap atau orientasi mitra komunikasi kita berubah
terhadap kita, dan pada gilirannya perubahan orientasinya itu membuat orientasi
kita juga berubah terhadapnya, dan begitu seterusnya. Menanggapi salah satu
elemen komunikasi, misalnya pesan verbal saja dengan mengabaikan semua elemen
lainnya, menyalahi gambaran komunikasi yang sebenarnya sebagai proses yang
sinambung dan dinamis yang kita sebut transaksi. Transaksi menunjukkan bahwa para
peserta komunikasi saling berhubungan, sehingga kita tidak dapat mempertimbangkan
salah satu tanpa mempertimbangkan yang lainnya.
Pernyataan
bahwa komunikasi telah terjadi sebenarnya bersifat artifisial dalam arti bahwa
kita mencoba menangkap suatu gambaran diam (statis) dari proses tersebut dengan
maksud untuk menganalisis kerumitan peristiwa tersebut, dengan menonjolkan
komponen-komponen atau aspek-aspeknya yang penting. Semua model komunikasi
sebenarnya merupakan “pemotretan” atas gambaran diam dari proses tersebut.
Implikasi
dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari
sekadar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan dunia dan perilakunya). Ada
orang yang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke waktu, tetapi
perubahan akhirnya (secara kumulatif) cukup besar. Namun ada juga orang yang
berubah secara tiba-tiba, melalui cuci otak atau konversi agama, misalnya dari
seorang nasionalis menjadi komunis, atau dari seorang Hindu menjadi seorang
Kristen atau Muslim.
Implisit
dalam proses komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding) kedua proses itu, meskipun
secara teoretis dapat dipisahkan, sebenarnya terjadi serempak, bukan
bergantian. Keserempakan inilah yang menandai komunikasi sebagai transaksi. Jadi,
kita tidak menyandi pesan, lalu menunggu untuk menyandi balik respons orang
lain. Kita melakukan dua kegiatan itu pada saat yang (hampir) bersamaan ketika
kita berkomunikasi.
Sebetulnya,
para peserta komunikasi merupakan sumber informasi, dan masing-masing memberi
dan menerima pesan secara serentak. Lebih lanjut lagi, keduanya pada saat yang
sama saling mempengaruhi. Katakanlah komunikator 1yang pertama kali
menyampaikan pesan dan komunikator 2 merupakan orang pertama yang menerima
pesan, tetapi hamapir semua aktivitas komunikasi kita sehari-hari berlangsung
spontan dan nyaris tanpa struktur sehingga kedua peran tersebut bertumpang
tindih.
Jadi,
ketika Anda tiba di kampus atau di kantor, apakah Anda berbicara kepada
seseorang ataukah seseorang berbicara kepada Anda? Mungkin Anda sama sekali
tidak ingat lagi, sebab siapa pun yang memulai pembicaraan, itu hanyalah
masalah kesempatan semata. Pada pokoknya, Anda boleh saja menyebut diri Anda pengirim
atau penerima, sebab Anda melakukan keduanya secara serentak. Bersamaan dengan
saat Anda berbicara, Anda mengamati perilaku lawan bicara Anda serta bereaksi
atas apa yang Anda amati. Hal yang sama terjadi pula pada orang lain ketika ia
berinteraksi dengan anda.
Pandangan
dinamis dan transaksional memberikan penekanan bahwa Anda mengalami perubahan
sebagai hasil terjadinya komunikasi. Pernahkah Anda terlibat dalam perdebatan
sengit sehingga semakin keras Anda katakan betapa marahnya Anda, semakin marah
pula Anda. Hal sebaliknya dapat pula terjadi. Bila seorang pria mengatakan
kepada seorang gadis bahwa ia sangat memperhatikannya, apa yang akan terjadi,
bagaimanakah hasilnya? Umumnya, sang pria merasa bertambah dekat pada si gadis,
meskipun bisa saja si gadis tidak membalas perhatiannya. Penelitian menunjukkan,
bahwa bila Anda berusaha membujuk orang lain, maka seringkali Anda menjadi
orang yang paling terbujuk. Alcoholics Anonymous
(organisasi penampung pecandu alkohol yang ingin sembuh di Amerika Serikat)
telah mempraktikkan prinsip ini selama bertahun-tahun. Orang yang mengangkat
suara di tengah suatu pertemuan serta membujuk orang lain agar tidak mabuk,
pada saat yang sama berusaha keras untuk membujuk dirinya untuk tidak mabuk. Jadi,
perspektif transaksioanl memberi penekanan pada dua sifat peristiwa komunikasi,
yaitu serentak dan saling mempengaruhi. Para pesertanya menjadi saling
bergantung, dan komunikasi mereka hanya dapat dianalisis berdasarkan konteks
peristiwanya.