PRINSIP 4:
Komunikasi
Berlangsung dalam Berbagai
Tingkat Kesengajaan.
Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan,
dari komunikasi yang
tidak disengaja sama sekali (misalnya ketika Anda melamun sementara orang memperhatikan Anda)
hingga komunikasi yang benar-benar
direncanakan dan disadari (ketika Anda
menyampaikan pidato). Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita sama sekali tidak bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, perilaku kita
potensial ditafsirkan orang lain. Kita tidak
dapat mengendalikan orang lain
untuk menafsirkan atau tidak menafsirkan perilaku kita. Membatasi komunikasi sebagai proses yang
disengaja adalah menganggap
komunikasi sebagai instrumen, seperti dalam persuasi.
Dalam berkomunikasi, biasanya kesadaran kita lebih tinggi
dalam situasi khusus daripada dalam situasi
rutin, misalnya ketika Anda
sedang diuji secara lisan oleh dosen Anda atau ketika Anda berdialog dengan orang asing yang berbahasa
Inggris dibandingkan dengan
ketika Anda bersenda gurau dengan keluarga atau kawan-kawan Anda. Akan tetapi,
konsep “kesengajaan” ini
sebenarnya pelik juga. Misalnya, apakah ketika seorang dosen memberikan kuliah “Pengantar Ilmu Komunikasi,” ia
betul-betul menyengaja nya,
sehingga dari menit ke menit ia tahu persis kata-kata yang akan
diucapkannya, intonasi nya, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak-gerik anggota tubuh yang akan
ditampilkannya.
Dalam komunikasi sehari-hari, terkadang kita mengucapkan
pesan verbal yang tidak kita sengaja.
Namun lebih banyak lagi pesan nonverbal yang kita tunjukkan tanpa kita sengaja. Misalnya, seorang mahasiswa bisa tanpa sengaja bertolak
pinggang dengan sebelah
lengannya ketika presentasi di hadapan suatu tim dosen, sebagai kompensasi dari kegugupan nya, yang boleh jadi di persepsi oleh tim dosen
itu sebagai wujud kegugupan atau kekurangsopanan atau bahkan keangkuhan. Atau, seorang mahasiswi
berpakaian ketat sehingga menampakkan lekukan
bagian-bagian tertentu tubuhnya
ketika ia maju ke depan untuk menyerahkan hasil ujian kepada dosen pengawas, yang diikuti dengan pandangan
mata beberapa mahasiswa yang
menafsirkan cara ia berpakaian tersebut,
misalnya bahwa mahasiswi itu nakal, murahan, berani, malu, penggoda, dan sebagainya. Perilaku nonverbal
lainnya, seperti postur tubuh yang tegap, cara berjalan yang mantap ketika
menuju podium untuk berpidato, jabatan tangan
yang kuat, gerakan tangan yang
bebas saat berbicara, kontak mata, dan cara berpakaian yang rapi, boleh jadi tanpa sengaja
mengkomunikasikan suatu pesan, rasa percaya diri. Sebaliknya, orang
yang jabatannya tangannya lemah, badan
membungkuk, kepala menunduk, suara pelan, dan berpakaian kusut
dapat di persepsi sebagai orang yang kurang percaya-diri, meskipun
belum tentu anggapan itu 100%
benar.
Anda boleh saja menghabiskan waktu berhari-hari untuk mempersiapkan
pidato dan melatih pidato tersebut di depan cermin atau
bahkan dengan meminta komentar teman Anda,
agar Anda pada saatnya dipandang orang yang kredibel. Akan tetapi, tangan
Anda yang berada di saku, atau berulang-ulang
mengetuk-ngetuk podium, atau
kaki Anda yang berjalan hilir mudik di panggung atau suara Anda yang terputus-putus, atau
mata Anda yang menatap langit-langit
atau dinding ruangan ketimbang khalayak, tanpa Anda sadari sebenarnya menyampaikan pesan bahwa Anda agak
grogi dalam penyampaian pidato
itu. Bukankah pendengar punya hak penuh
untuk menafsirkan seluruh perilaku Anda? Anda tidak dapat memperingatkan khalayak untuk mendengarkan hanya
kata-kata Anda seraya
mengabaikan hal-hal lain yang Anda lakukan selain berbicara. Tidak berarti bahwa semua perilaku
otomatis menyampaikan pesan. Akan tetapi, setiap perilaku mungkin
menyampaikan pesan. Komunikasi
telah terjadi bila penafsiran telah berlangsung, terlepas dari apakah Anda menyengaja perilaku
tersebut atau tidak
Kadang-kadang komunikasi yang disengaja dibuat tampak
tidak disengaja. Banyak pengacara menganjurkan
klien mereka untuk berpakaian
dengan cara tertentu di ruang pengadilan. Misalnya, dalam suatu
pengadilan di Amerika Serikat, Patty Hearst mengenakan pakaian tua dan
konservatif, yang meliputi blus yang besar dan longgar, sesuai dengan perintah pengacaranya F. Lee
Bailey. Pakaian tua digunakan untuk melunakkan
fakta bahwa ia kaya, dan blus
yang kebesaran digunakan untuk memberikan kesan bahwa berat badannya melorot untuk menumbuhkan simpati para juri.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi
seseorang untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi antara orang-orang
berbeda budaya ketidak sengajaan berkomunikasi
ini lebih relevan lagi untuk
kita perhatikan. Banyak kesalahpahaman antarbudaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang
tidak disengaja yang di persepsi,
ditafsirkan dan di respons oleh orang dari budaya lain. Tindakan memperlihatkan sol sepatu di Korea,
atau menyentuh wanita di Arab Saudi yang diperkenalkan
kepada Anda, yang sebenarnya tidak Anda sengaja, dapat menyampaikan pesan
negatif yang menghambat
pertemuan tersebut
No comments:
Post a Comment